Rabu 29 Jul 2020 11:26 WIB

OJK Prediksi Suku Bunga Kredit Korporasi Bisa Turun

Total kebutuhan modal kerja bagi korporasi untuk bangkit mencapai Rp 51 triliun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, insentif berupa penjaminan pembiayaan pemerintah akan mampu menekan suku bunga kredit korporasi untuk non-UMKM dan non-BUMN. Setidaknya, suku bunga akan berada pada dua hingga tiga level lebih rendah dari rata-rata saat ini yang masih berada pada level sembilan sampai 10 persen.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, insentif berupa penjaminan pembiayaan pemerintah akan mampu menekan suku bunga kredit korporasi untuk non-UMKM dan non-BUMN. Setidaknya, suku bunga akan berada pada dua hingga tiga level lebih rendah dari rata-rata saat ini yang masih berada pada level sembilan sampai 10 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, insentif berupa penjaminan pembiayaan pemerintah akan mampu menekan suku bunga kredit korporasi untuk non-UMKM dan non-BUMN. Setidaknya, suku bunga akan berada pada dua hingga tiga level lebih rendah dari rata-rata saat ini yang masih berada pada level sembilan sampai 10 persen.

Ketua Dewan OJK Wimboh Santoso mengatakan, selain insentif berupa penjaminan, perbankan juga sudah mendapatkan keringanan cost of fund seiring dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Baca Juga

"Kita perkirakan, bisa sekitar tujuh persen mestinya untuk (suku bunga kredit) korporasi," tuturnya dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (29/7).

Penjaminan dilakukan melalui dua Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan. Mereka adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai penjamin dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai pelaksana dukungan loss limit atas penjaminan pemerintah.

Pemerintah menjamin kredit modal kerja hingga 80 persen untuk korporasi yang bergerak di sektor-sektor prioritas. Di antaranya, sektor pariwisata seperti hotel dan restoran, otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronik hingga kayu olahan dan produk kertas.

Penjaminan kredit oleh pemerintah dinilai Wimboh akan menciptakan kegairahan baru semasa pandemi. Ia optimistis, insentif ini akan diminati oleh dunia usaha mengingat keinginan mereka yang besar untuk kembali pulih dari tekanan Covid-19. Khususnya sektor-sektor paling terdampak seperti pariwisata dan manufaktur.

Wimboh mencatat, total kebutuhan modal kerja bagi korporasi untuk bangkit kembali mencapai sekitar Rp 51 triliun pada 2020. Jumlah lebih besar akan dibutuhkan pada tahun depan, yakni hingga Rp 21 triliun. "Jadi, potensinya (re: pemanfaatan insentif penjaminan pemerintah) besar sekali," ucapnya.

Penjaminan kredit modal kerja oleh pemerintah dinilai Wimboh tidak hanya menjadi insentif bagi dunia usaha. Kebijakan ini sekaligus memberikan ruang bagi perbankan untuk beroperasi lebih normal ke depannya.

Dalam menjalankan program ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, perbankan tetap turut andil. Mereka akan menjamin 20 persen sisanya untuk mencegah moral hazard. "Bank tetap bertanggung jawab meskipun sebagian besar risiko tetap diambil pemerintah melalui penjaminan," katanya.

Sri memastikan, pemerintah akan terus melakukan monitoring bersama dengan OJK untuk memastikan efektivitas dari penjaminan maupun instrumen Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lainnya. Apabila kurang efektif, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan melakukan redesain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement