REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menantikan realisasi stimulus fiskal dari pemerintah untuk meminimalisasi dampak ekonomi dari wabah virus corona. Pasalnya, arus kas hotel mulai kewalahan menahan beban kerugian dalam beberapa bulan terakhir.
Ketua Umum PHRI, Haryadi Sukamdani, mengatakan, seluruh aspirasi mengenai kebutuhan stimulus untuk industri hotel dan restoran telah disampaikan secara lengkap langsung kepada pemerintah.
"Kami tinggal menunggu eksekusinya bagaimana. Kami berharap pemerintah akan mengeksekusinya," kata Haryadi dalam Planet Tourism Indonesia 2020 yang digelar secara virtual, Rabu (29/7).
Ia mengatakan, sejauh ini ada kabar baik karena akhir pekan lalu pemerintah menggelar rapat terbatas dan disepakati bakal memberikan diskon 50 persen untuk tarif listrik. Ia mengatakan, rata-rata pemakaian minimal listrik industri hotel sekitar Rp 5,6 triliun. Adanya diskon 50 persen, maka pemerintah akan membayarkan sekitar Rp 3 triliun dan oleh industri hanya Rp 2,6 triliun.
Adapun stimulus lain yang dinanti mengenai tarif gas. Haryadi mengatakan stimulus itu masih dalam proses pembahasan di internal pemerintah. Pada prinsipnya, kata dia, pengusaha ingin membayar tagihan listrik dan gas sesuai dengan penggunaan. Pengusaha keberatan bila harus membayar tagihan sebesar rata-rata minimal pengunaan karena berarti lebih bayar.
"Lalu stimulus yang lain yang masih ditunggu adalah relaksasi pajak bumi dan bangunan karena itu jumlahnya signifikan dan jatuh tempo bulan Agustus. Mudah-mudahan ada berita baik," katanya.
Selain itu, PHRI juga mengharapkan ada relaksasi pembayaran iuran BJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Ia berharap khusus stimulus yang berkaitan dengan tenaga kerja agar dibebaskan iuran dan dimulai normal kembali pada tahun depan. Sebab saat ini banyak hotel dan restoran yang merumahkan atau mencutikan diluar tanggungaan perusahaan.
"Stimulus yang sebelumnya sudah dibuat pemerintah sudah diberikan. Tapi kenyataannya itu tidak efektif. Seperti diskon Pajak Penghasilan Pasal 25 30 persen, padahal mayoritas industri sudah pasti rugi juga," katanya.
Kendati demikian, di tengah situasi yang sulit, Haryadi menilai pemulihan dari sisi permintaan akan cepat pulih. Sebab, masyarakat Indonesia sudah menunjukkan minat yang sangat tinggi untuk kembali bepergian dan berwisata meski dengan protokol kesehaan yang ketat.
Oleh sebab itu, ia menekankan yang perlu dilakukan bersama saat ini selain penanganan penyebaran virus corona, yakni mengembalikan rasa percaya dari konsumen. Rasa aman, kata dia, harus bisa diciptakan agar masyarakat tak ragu untuk bepergian dan tentu tanpa mengesampingkan protokol kesehatan selama pandemi masih berlangsung.