REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Suhu dingin akhir-akhir ini merupakan kondisi yang biasa menjelang puncak musim kemarau. Hal ini disebabkan posisi gerak semu matahari di belahan bumi utara, sedangkan Indonesia berada di belahan bumi selatan.
Pakar iklim dari Fakultas Geografi UGM Dr. Andung Bayu Sekaranom mengatakan, kondisi itu mengakibatkan Indonesia menerima lebih sedikit energi radiasi matahari. Lalu, menyebabkan pula cuaca menjadi lebih dingin dari biasanya.
"Kalau dilihat dari keseimbangan energi di bumi, selain bersumber radiasi matahari, juga ada radiasi gelombang panjang yang dikeluarkan bumi," kata Andung, Rabu (29/7).
Jika kondisi cenderung berawan, sebagian radiasi itu akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi dan membuat temperatur lebih hangat. Sedangkan, jika cuaca cerah radiasi akan hilang sampai ke luar angkasa dan temperatur lebih dingin.
Andung melihat, kondisi kemarau tahun ini cenderung lebih lembab dibanding kondisi rata-rata. Setelah tahun kemarin terjadi kemarau berkepanjangan akibat el nino lemah, tahun ini curah hujan cenderung lebih tinggi.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus. Sekretaris PSBA UGM itu pun memperkirakan, hujan sudah mulai turun pada September.
"Iklim yang berubah saat ini, terutama dipengaruhi oleh peningkatan gas rumah kaca di atmosfer akibat aktivitas manusia seperti transportasi, industri, dan lain-lain," ujar Andung.
Telah terjadi pula kenaikan temperatur hingga 0,3 derajat celcius per dekade dan diprediksi meningkat hingga 1-2 derajat. Selain itu, frekuensi curah hujan ekstrem meningkat dan perubahan musim semakin tidak pasti.
"Dampak yang dirasakan terutama banjir yang semakin meningkat pada musim penghujan. Tidak jarang hujan lebat juga mengakibatkan bajir bandang dan longsor yang semakin sering," kata Andung.
Andung menilai, beberapa dekade ini musim kemarau semakin kering, kebakaran hutan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dampaknya ke pertanian, petani semakin kesulitan menentukan awal dan akhir masa tanam.
Sering kali masa tanam padi belum selesai tapi kondisi sudah kering, sehingga mengakibatkan gagal panen. Melihat prediksi musim kemarau yang tidak terlalu parah, Andung memprediksi bencana yang ditimbulkan juga tidak terlalu parah.
Namun, ia menekankan, di beberapa lokasi yang rawan kekeringan masih perlu waspada dan sebisa mungkin hemat air. Masyarakat bisa melakukan konservasi sederhana, misal menanam dan membuat resapan air agar saat kemarau tidak kering.
Selain itu, potensi kebakaran hutan dan lahan juga masih ada, meskipun lebih rendah. Sehingga, diimbau kepada masyarakat untuk tidak sembarangan membakar sampah ataupun membuang puntung rokok di daerah yang kering.
"Khusus daerah pegunungan, cuaca akan menjadi lebih dingin pada malam dan pagi hari dibanding biasanya, daerah yang tinggi dan lembab seperti Dieng akan berpotensi rawan embun upas," ujar Andung.