Rabu 29 Jul 2020 15:22 WIB

Pemda Diminta Tegas Atasi Pelanggar Protokol Covid-19

Tanpa ada pengelolaan yang tegas, kesadaran pengunjung juga tidak akan tumbuh

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hiru Muhammad
Warga mengunjungi Pantai Wisata Jumiang di Pamekasan, Jawa Timur, Senin (20/7/2020). Sektor pariwisata di Kabupaten Pamekasan mulai bangkit setelah sempat ditutup akibat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/wsj.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Warga mengunjungi Pantai Wisata Jumiang di Pamekasan, Jawa Timur, Senin (20/7/2020). Sektor pariwisata di Kabupaten Pamekasan mulai bangkit setelah sempat ditutup akibat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/wsj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif meminta setiap pemerintah daerah untuk memberikan sanksi sosial bagi setiap pelanggar protokol kesehatan di destinasi wisata. Pasalnya, kesadaran untuk hidup disiplin amat mendesak untuk mencegah timbulnya klaster baru Covid-19 di sektor pariwisata.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf, Frans Teguh, mengatakan, sanksi tak terkecuali juga harus diberikan kepada pengelola destinasi yang tak mau patuh. Sanksi bisa berupa penutupan sementara agar menimbulkan efek jera dan mau menerapkan pengelolaan pengunjung dengan ketat.

"Penting untuk semua pihak membangun kesadaran disiplin. Saya kira masalahnya kita itu kalau belum kena sanksi belum jera," kata Frans dalam sebuah webinar, Rabu (29/7).

Ia mengingatkan semua masyarakat yang akan berwisata untuk saling mengingatkan kepada sesama dalam menjaga jarak, menggunakan masker, dan rajin mencuci tangan. "Protokol ini sebagai proteksi dan respons bersama bilamana terjadi kasus Covid-19," katanya.

Frans memahami, sistem pengelolaan pengunjung dalam masa pandemi memang tidak mudah, tapi harus dilakukan. Tanpa ada pengelolaan yang tegas, kesadaran pengunjung juga tidak akan tumbuh terhadap bahaya virus corona.

"Krisis ini tidak akan berakhir kalau kita semua tidak serius untuk memitigasi dan kurangi risiko," kata dia.

Pemerintah pusat sekaligus meminta kepada masing-masing pemerintah daerah untuk ikut berusaha membenahi reputasi destinasi wisata masing-masing. Hanya dengan memperbaiki citra destinasi, pemulihan sektor pariwisata bisa terjadi.

Frans menjelaskan, selama pembatasan sosial berskala besar hingga diterapkannya adaptasi kebiasaan baru, masyarakat masih menghabiskan waktu di rumah dan mengurangi perjalanan. Jika destinas-destinasi wisata di situasi sekarang fokus berbenah, diyakini akan menjadi pilihan wisata saat situasi sudah aman.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement