REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Lida Puspaningtyas
Harga emas pecah rekor di awal pekan ini. Di pasar dunia, harga emas sempat tembus 1.980,57 dolar AS per troi ons.
Angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Begitu juga di dalam negeri, harga emas produksi Antam juga dijual dengan harga Rp 1,022 juta per gram pada Selasa (28/7). Harga tersebut adalah rekor tertinggi yang pernah dicatat.
Sedangkan hari ini, harga jual emas Antam turun tipis menuju Rp 1,013 juta per gram. Tetap saja, harganya masih bertahan di atas satu juta rupiah. Sebagai gambaran, harga emas Antam di awal Januari lalu masih dipatok di angka Rp 762 ribu per gram.
Dengan harga emas yang masih dalam tren kenaikan seperti ini, masih idealkah membeli emas untuk investasi?
Pada prinsipnya, investasi emas kembali kepada profil risiko dan ketersediaan dana yang sudah dialokasikan. Perencana keuangan independen, Safir Senduk, mengingatkan agar masyarakat menghindari investasi emas hanya berdasarkan proyeksi atau prediksi semata. Namun yang pasti, emas terbilang ideal sebagai instrumen investasi di tengah ketidakpastian ekonomi.
"Meramalkan emas itu sulit. Beda sama saham. Kalau saham, misalnya saham otomotif nih, tahun ini penjualan otomotif lagi tidak bagus. Ya sudah sahamnya jangan beli dulu, penjualan lagi tidak bagus. Atau saham farmasi, lagi banyak orang sakit, jadi industrinya naik. Nah, kalau emas ini susah diprediksi," kata Safir, Rabu (29/7).
Kendati susah diprediksi, Safir melihat bahwa harga emas cenderung konsisten mengalami kenaikan. Ada kalanya harga emas terkoreksi pastinya, tapi dalam taraf yang terbilang kecil. Harga emas, menurutnya, lebih sering mengalami kenaikan ketimbang penurunan.
Kenaikan harga emas biasanya terjadi kala ada ketidakpastian ekonomi. Seperti yang terjadi saat ini, ketidakpastian ekonomi disebabkan pandemi Covid-19 dan vaksin yang belum ditemukan. Hal-hal yang bisa membuat investor khawatir, ujarnya, bisa mendorong kenaikan harga emas.
"Kalau terjadi itu, orang mulai khawatir maka mereka akan beralih ke investasi yang bisa dipegang. Nah yang bisa dipegang ini kalau tidak emas ya properti. Kalau properti mahal. Nah kalau emas, satu gram saja bisa beli. Makanya di tengah ketidakpastian ini permintaan emas cenderung meningkat," jelas Safir.
Safir mengembalikan keputusan untuk membeli emas atau tidak kepada masing-masing investor. Bila memang sudah ada dana yang disiapkan saat ini, maka emas bisa jadi opsi investasi yang bagus.
Bahkan Safir menyebutkan bahwa idealnya, emas memiliki porsi 20-30 persen dalam keseluruhan portofolio investasi. Di tengah ketidakpastian saat ini, Safir juga menganggap tak masalah bila porsi emas dalam portofolio investasi mencapai 50 persen.
"Cuma menurut saya, ketidakpastian adalah sesuatu yang pasti. Apalagi vaksin belum ditemukan. Secara profesi akan saya beri tahu, jangan membeli berdasarkan ramalan. Belilah karena ketidakpastian selalu terjadi. Kalau memang sudah disiapkan dananya, silakan," jelas Safir.
Safir menambahkan bahwa investasi emas terbilang unik. Secara umum, investasi terbagi ke dalam dua jenis, orientasi pertumbuhan dan pendapatan tetap.
Investasi dengan orientasi pertumbuhan memiliki potensi untung yang besar dengan risiko yang ikut besar, high risk high return. Sedangkan investasi dengan pendapatan tetap memiliki potensi untung yang rendah dengan risiko yang kecil pula.
"Kalau masih muda, fokus di pertumbuhan. Karena uangnya belum banyak dipakai dalam waktu dekat. Kalaupun merugi masih bisa perbaiki investasi. Tapi kalau sudah mau pensiun, fokuslah di investasi pendapatan tetap yang lebih aman. Nah, emas ini sedikit berbeda. Bentuk investasinya pertumbuhan, tapi karakternya seperti pendapatan tetap. Di mana jarang banget turun drastis," jelas Safir.
Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, Safir membagi investor ke dalam dua tipe. Yaitu optimistis dan 'khawatiran'. Bagi yang optimis, maka tak masalah untuk menginvestasikan dananya ke saham. Namun bagi yang 'khawatiran', maka emas bisa menjadi pilihan.
"Kalau dia khawatir, mending emas 50 persen. Tapi kalau optimis ekonomi membaik, 20 persen saja, dan sisanya dia masuk pasar modal mumpung harga lagi pada murah. Cuma kan kalau yang khawatiran dia akan enggan masuk saham. Ketidakpastian akan selalu ada, jadi pegang emas memang tidak pernah salah," kata Safir.
Direktur Teknologi Informasi dan Digital Pegadaian, Teguh Wahyono, menyampaikan kenaikan harga emas atau logam mulia membuat tren jual beli emas semakin meningkat. "Terlihat dari nasabah kita dalam enam bulan itu menambah 1,2 juta dengan saldo emas total lima ton," katanya dalam paparan kinerja Semester I 2020, Rabu (29/7).
Dari sisi nilai rata-rata per akun tabungan emas pun cukup menarik yakni sekitar 1,7 gram dan didominasi oleh usia milenial. Ini berarti, kata Teguh, peningkatan jumlah nasabah berasal dari kalangan penabung atau investor pemula pemuda.
Sementara itu, penjualan emas dalam enam bulan terakhir telah mencapai sekitar 10 ton. Artinya, kenaikan harga emas juga banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengambil keuntungan, juga seiring dengan kondisi saat ini yang butuh dana segar.
Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk Pegadaian Harianto Widodo menambahkan, kenaikan tren jual beli emas di Pegadaian memang naik signifikan. Dalam 3-4 bulan terakhir, deposit emas atau simpanan emas tidak banyak berubah antara 4,8-4,9 ton.
"Artinya di samping nasabah banyak beli banyak juga yang jual atau dicairkan, khususnya sekitar bulan Juni," katanya.
Menurut Harianto, kondisi ini menarik karena masyarakat sudah sadar untuk mengalokasikan asetnya dalam bentuk emas. Di Pegadaian sendiri, produk emas punya dua bisnis model, yakni jual beli yang dikelola oleh anak usaha Galeri 24 dan gadai.
Untuk segmen gadai, kenaikan harga emas di market berpengaruh pada penentuan taksiran pembiayaan yang diberikan berdasarkan harga emas. Dengan jumlah emas yang sama, seiring kenaikan harga emas maka akan dapat plafon pinjaman lebih besar.
"Belum semua memanfaatkan ini, padahal nasabah bisa top up plafonnya sampai 10-15 persen," katanya.
Meski jadi peluang nasabah untuk perbesar pinjaman, ini tidak serta merta berbuah pada kenaikan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Kenaikan pertumbuhan nasabah dalam masa ini mencapai satu persen namun nominal atau outstanding naik tiga persen, merupakan akumulasi karena gadai dan kenaikan harga emas.
Harga emas di Indonesia tercatat terus naik selama bulan Juli. Jika pada 1 Juli harga ada di kisaran Rp 919 ribu per gram, maka hari ini harganya tembus di kisaran Rp 1 juta per gram.