REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan penugasan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) untuk memberikan penjaminan kredit kepada usaha berskala Korporasi Padat Karya. Sinergi kedua Special Mission Vehicle (SMV) sektor penjaminan ini dilakukan untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
LPEI dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) akan melakukan penjaminan kepada perbankan yang mengucurkan pembiayaan bagi pelaku usaha, sebagaimana diatur pemerintah. Penjaminan ini akan memberikan enhancement kredit kepada perbankan di dalam melakukan ekspansi serta memperluas alternatif pendanaan khususnya sektor korporasi padat karya untuk membantu memulihkan ekonomi nasional.
Direktur Eksekutif LPEI James Rompas mengatakan skema penjaminan ini, LPEI sebagai penjamin dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) sebagai pelaksana dukungan Loss Limit atas Penjaminan Pemerintah. Sedangkan pemerintah akan menanggung Imbal Jasa Penjaminan (IJP) dalam bentuk subsidi untuk meringankan beban pelaku usaha.
“Dengan skema penjaminan kredit diharapkan korporasi terutama yang memiliki bisnis ekspor dan memiliki jumlah tenaga kerja besar, sekaligus terdampak Covid-19 dapat memulai aktivitas normal,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (30/7).
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LPEI dapat memberikan penjaminan bagi bank dengan ketentuan diantaranya pembobotan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) sebesar nol persen. Adapun ketentuan lainnya, aset yang dijamin berkualitas lancar dan pengecualian perhitungan batas maksimum pemberian kredit (BMPK).
“Maka bank yang menyalurkan kredit ekspor, jika dijamin oleh LPEI mempunyai keleluasaan untuk ekspansi dan sekaligus meminimalkan risiko kredit,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, LPEI secara konkrit juga melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan 15 Bank tentang Penyediaan Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (dua bank dilakukan penandatanganan terpisah), antara lain PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Maybank Indonesia, PT Bank Resona Perdania Tbk, Standard Chartered Bank, PT Bank UOB Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank DKI, dan Bank MUFG, Ltd.
James menjelaskan skema penjaminan yang diberikan LPEI untuk meningkatkan kinerja sektor perbankan agar terjaga, sektor ekonomi ril khususnya para pengusaha dan eksportir, sehingga diharapkan perusahaan tetap beroperasi karena telah mendapat pendanaan dari perbankan.
“Perusahaan dapat memanfaatkan momentum ini dengan menggunakan berbagai fasilitas yang tersedia. Apalagi saat ini sebanyak 86 negara mitra dagang Indonesia juga sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown, sehingga diharapkan kembali membuka keran ekspor dan impor,” ucapnya.
Ke depan bentuk pembiayaan dan penjaminan dari LPEI diharapkan dapat memfasilitasi pelaku usaha untuk bangkit dan berinovasi pada masa pemulihan ekonomi. “Eksportir tidak hanya lebih berdaya, namun juga mengurangi potensi peningkatan angka pengangguran. Kami berharap lebih banyak lagi perbankan yang menggunakan program penjaminan ini dan bekerja sama dengan LPEI,” ucapnya.
Pelaku usaha yang menjadi sasaran program ini adalah korporasi yang terdampak Covid-19 yang berorientasi ekspor sesuai PP 43/2019 yaitu menghasilkan/menghemat devisa dan meningkatkan kapasitas produksi nasional atau perusahaan padat karya sesuai PMK 16/2020 (minimal 300 karyawan) yang termasuk dalam kategori Non BUMN dan Non UMKM. Salah satu kriteria korporasi penerima program ini adalah nasabah eksisting Bank Pemberi Kredit yang memerlukan tambahan Modal Kerja dengan nilai sebesar Rp 10 miliar – Rp 1 triliun.