Kamis 30 Jul 2020 20:13 WIB

Ternyata Warga Israel Juga Khawatir Hadapi Krisis Ekonomi

Survei menyebutkan mayoritas warga Israel takut hadapi krisis ekonomi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nashih Nashrullah
Survei menyebutkan mayoritas warga Israel takut hadapi krisis ekonomi. Pandangan umum lingkungan Palestina di Silwan di Yerusalem timur, terlihat pada hari Rabu, 1 Juli 2020.
Foto: AP/Mahmoud Illean
Survei menyebutkan mayoritas warga Israel takut hadapi krisis ekonomi. Pandangan umum lingkungan Palestina di Silwan di Yerusalem timur, terlihat pada hari Rabu, 1 Juli 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Survei dari Badan Pusat Statistik menyatakan setengah dari warga Israel khawatir tidak bisa membayar tagihan harian. Jumlah tersebut naik ketika virus korona mulai menyebar di negara itu pada Maret lalu.  

Survei tersebut menyatakan, 55 persen warga Israel khawatir tidak bisa membayar tagihan. Jumlah naik dari 46 persen ketika karantina wilayah diberlakukan selama dua bulan akibat penyebaran virus korona. 

Baca Juga

Dengan populasi 9 juta, Israel telah mencatat 68 ribu infeksi virus korona dengan 75 persen kasus terjadi pasca-lockdown, dan 497 kematian. Banyak pembatasan kegiatan telah dicabut untuk menghidupkan kembali kegiatan bisnis, tetapi kondisi tidak membaik.  

Pengangguran Israel berada pada 21,5 persen dan ekonomi diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 6 persen pada tahun 2020. 

"Israel memahami pada Maret-April bahwa situasinya sulit dan bersedia menerimanya karena mereka merasa pemerintah melakukan yang terbaik," kata Presiden Institut Demokrasi Israel, Yohanan Plesner.  

"Sekarang yang menjadi alasan adalah pemerintah tidak lagi mengelola, baik dari sudut pandang ekonomi maupun dari segi kesehatan," ujar Plesner. 

Plesner mengatakan, implikasi jangka panjang untuk  Perdana Menteri Benjamin Netanyahu masih belum jelas. Namun, jajak pendapat terbaru akan memberikan Partai Likud hanya 31 dari 120 kursi parlemen, turun lima kursi dari sebelumnya. Partai-partai sayap kanan lainnya akan lebih tinggi posisinya. 

Atas kondisi yang mengkhawatirkan, selama beberapa waktu lalu, masyarakat Israel telah melakukan demonstrasi terus-menerus.  Sebuah jajak pendapat 12 Juli oleh Institut Demokrasi Israel menemukan 29,5 persen mempercayai penanganan krisis oleh Netanyahu, turun dari 57,5 persen pada April dan 47 persen bulan Juni  

"Pemerintah telah melanggar kontrak dengan warganya, bahwa dalam masa krisis itu akan mengurus mereka," kata pendemo di Yerusalem, Oren Elgar.  

Meskipun protes belum mencapai tingkat tertinggi seperti 2011, ketika biaya hidup yang tinggi membawa ratusan ribu orang ke jalan, unjuk rasa terus tumbuh. "Mereka yang tumbuh di bawah Netanyahu ... (heran) mengapa tidak ada uang untuk mengurus perekonomian kita saat ini ketika itu adalah krisis terbesar yang kita ketahui," kata mantan anggota parlemen Stav Shaffir yang juga pemimpin protes pada 2011.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement