Jumat 31 Jul 2020 07:59 WIB

Derita Perusahaan Otobus di Terminal Bekasi Sepi Penumpang

Soni menjelaskan, tak jarang pendapatan PO Ranau Indah rute ke Sumatra sampai minus.

Manager Operasional Perusahaan Otobus (PO) Ranau Indah, Soni Sasongko.
Foto: Uji Sukma Medianti
Manager Operasional Perusahaan Otobus (PO) Ranau Indah, Soni Sasongko.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Uji Sukma Medianti

Soni Sasongko sedang mencoret-coret kertas di tangannya dengan stabilo merah muda. Rupanya, ia tengah galau menghitung pesanan kursi yang hendak dibeli oleh penumpang. Soni adalah Manager Operasional Perusahaan Otobus (PO) Ranau Indah. Sebuah perusahaan penyedia jasa transportasi ke Pulau Sumatra.

Meski pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah dilonggarkan, namun nyatanya kegiatan ekonomi di Terminal Induk Bekasi, Jawa Barat, belum menunjukkan tanda-tanda sudah pulih.

Sesekali Soni mengeluhkan kondisi keterisian bus yang amat minim. Maklum saja, cash flow perusahaan sedang berdarah-darah dihantam pandemi Covid-19. “Kalau dibilang kolaps sebetulnya mah ini dah kolaps,” kata Soni saat ditemui Republika di Terminal Bekasi, Rabu (29/7).

Dia menuturkan, sejak diberlakukannya PSBB di Jabodetabek, tak ada pemasukan bagi perusahaan PO yang baru berjalan empat tahunan ini. Sejatinya, Soni berharap momen Hari Raya Idul Adha yang diperingati pada 31 Juli, bisa menjadi perbaikan bagi 'dompet' perusahaan. Namun, hal itu hanya menjadi angan-angan belaka.

“Kita sih berharap, tapi kenyataannya ga ada. Waktu Idul Fitri ga sama sekali, Idul Adha bisa tapi dibatasin,” jelas Soni merasa pusing.

Soni bercerita, kondisi PO Ranau Indah saat ini menggunakan strategi tambal sulam atau subsidi. Sehingga, bus yang keterisiannya cukup untuk balik modal digunakan untuk mensubsidi armada lain yang kapasitasnya kurang atau melebihi biaya operasionalnya.

Belum cukup sampai di situ. Soni menjelaskan, tak jarang pendapatan perusahaannya sampai minus. Namun, hal itu masih lebih baik daripada tak ada perputaran uang sama sekali. "Ini aja masih tekor, kalau penumpangnya gak ada.”

Soni mengakui, kesulitan ini bisa jadi karena ada dua faktor Pertama, anjuran dari pemerintah yang mewajibkan protokol kesehatan untuk setiap perjalanan. Hal ini mewajibkan perusahaan penyedia jasa untuk melakukan jaga jarak fisik. Akibatnya, pihaknya  hanya bisa menarik penumpang setengah dari kapasitas dari yang tadinya 48 kursi menjadi maksimal hanya 24 kursi.

Dia menerima dengan lapang dada aturan tersebut. Tapi, pada kenyataannya penumpang yang diangkut maksimal hanya mencapai 15 orang saja. "Biasanya dua bus, dengan jumlah penumpang 10-15 orang doang. Karena menjelang Idul Adha, pesanan saja baru 16 orang buat besok, regulernya tujuh orang ini pun belum tentu jadi,” tutur Soni.

Besar pasak daripada tiang

Hiruk-pikuk terminal yang semrawut sudah terasa kala bus-bus berukuran besar sudah menjejali Terminal Induk Kota Bekasi. Hari itu, Rabu, udara terasa panas sampai ke ubun-ubun. Maklum saja, ternyata suhu udara di Kota Bekasi mencapai angka 32 derajat Celsius.

Setiap harinya, Soni hanya memberangkatkan dua bus. Sekalipun meningkat jelang Idul Adha, namun peningkatannya hanya dua bus saja menjadi empat armada. Soni mengaku, harus berpikir keras untuk dapat memutar uang PO. Di tengah aturan jumlah penumpang yang dibatasi, ia mau tidak mau harus mematok harga di atas harga normal.

“Normalnya kan kalau dua orang Rp 460 ribu. Nah kita kasih Rp 300 ribu-Rp 350 ribu. Kalau pakai harga normal (Rp 230 ribu) ya kita tekor,” tutur Soni.

Dia melanjutkan, untuk satu kali perjalan ke Lampung pulang pergi (PP), uang operasional yang disediakan sebesar Rp 6 juta. Dalam satu kali perjalanan, pengeluaran uang mencapai Rp 3 juta, yang terdiri untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM), tarif tol, tiket penyeberangan, dan fee sopir. 

“Satu bus buat solar. Penyeberangannya saja Rp 1,5 juta. Kita nyebrang dari Merak hampir Rp 1,4 juta. (Lalu) solar, tol. Lalu Rp 150 ribu buat uang capek sopir. Kadang kita sudah nombok Rp 600 ribu tambah lagi Rp 150 ribu buat sopir,” kata Soni.

Ditemui di lokasi yang sama, Kanit Pengendali Operasional Terminal Bekasi, Acim Maulana, mengatakan, jumlah armada yang tersedia di terminal 285 unit bus. Selain itu, ada juga 100 bus cadangan dalam rangka mengantisipasi lonjakan penumpang pada momen Idul Adha.

Meski begitu, kata Acim, belum ada tanda-tanda kenaikan jumlah penumpang yang signifikan dalam sepekan Dia menyebut, normalnya peak season terjadi pada H-1 dan H-2 Idul Adha. Namun sampai Rabu, jumlah penumpang hanya naik lima persen saja. “Tadinya keberangkatan hanya 5 persen dari hari biasanya. Paling tinggi 20 persen untuk AKAP jurusan Sumatra,” kata Acim menjelaskan.

Acim menuturkan, pada Rabu (28/7) kemarin tercatat sudah ada 143 bus yang berangkat dari Terminal Induk Bekasi, dengan mengangkut 991 penumpang. Sedangkan jumlah kedatangan bus mencapai 150 unit, namun jumlah penumpangnya hanya mencapai 294 orang, alias tidak ada separuhnya.

Jika dibandingkan dengan hari sebelumnya pada Selasa (27/7), ada penurunan jumlah kedatangan bus. Hari itu, yang berangkat 194 armada dengan jumlah penumpang 1.038 orang. Sedangkan jumlah bus yang datang mencapai 211 armada dengan jumlah penumpang sebanyak 306 orang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement