REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para peretas China dilaporkan berusaha mencuri data riset dan pengembangan vaksin Covid-19 milik perusahaan bioteknolgi Moderna yang berbasis di Massachusetts, Amerika Serikat (AS). Moderna mengaku telah diberi tahu tentang aktivitas peretasan demikian dan sudah menjalin kontak dengan FBI.
"Moderna tetap sangat waspada terhadap ancaman keamanan siber potensial, mempertahankan tim internal, layanan dukungan eksternal, dan hubungan kerja yang baik dengan otoritas luar untuk terus menilai ancaman serta melindungi informasi berharga kami," kata juru bicara Moderna Ray Jordan kepada Reuters, Jumat (31/7).
Ray enggan memberikan informasi lebih lanjut mengenai kabar peretasan tersebut. Pekan lalu, Departemen Kehakiman AS mengumumkan dakwaan terhadap dua warga China yang dituding melakukan kegiatan mata-mata terhadap negara tersebut. Mereka adalah Li Xiaoyu dan Dong Jiazhi. Menurut surat dakwaan, keduanya telah melakukan peretasan selama satu dekade terakhir.
Dalam operasi terbarunya, Li dan Dong membidik tiga target yang terlibat dalam proses riset serta pengembangan vaksin Covid-19. Semua target tersebut berbasis di AS.
Menurut surat dakwaan, Li dan Dong melakukan "pengintaian" terhadap jaringan komputer sebuah perusahaan biotek di Massachusetts. Dua perusahaan lain yang turut diincar para peretas berbasis di Maryland dan Kalifornia.
Moderna adalah perusahaan berbasis di Massachusetts yang kini sedang mengembangkan vaksin Covid-19. Kandidat vaksin Moderna adalah salah satu taruhan paling awal dan terbesar oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk memerangi pandemi.
Pemerintah federal telah mengucurkan dana hampir setengah miliar dolar AS untuk membantu pengembangan vaksin Covid-19 Moderna. Pemerintah turut membantu Moderna meluncurkan uji klinis yang melibatkan 30 ribu orang mulai awal Juli.
Sementara dua perusahaan lain yang diduga turut menjadi target peretasan adalah Gilead Sciences dan Novavax Inc. Juru bicara Gilead, Chris Ridley, mengatakan perusahaannya enggan mengomentari masalah keamanan siber.
Hal senada diungkapkan Novavax. Namun Novavax mengaku mengetahui adanya ancaman peretasan. "Tim keamanan siber kami telah diberi tahu tentang dugaan ancaman asing yang diidentifkasi dalam berita," ucapnya.
Menurut surat dakwaan yang dirilis Departemen Kehakiman AS, Li dan Dong bertindak sebagai kontraktor untuk Kementerian Keamanan Negara China, sebuah badan intelijen negara.