REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian, Dr Edi Hasibuan, mengatakan, capaian polisi menangkap Djoko Tjandra menjadi kado untuk negara dan rakyat Indonesia yang akan merayakan HUT ke 75 RI. Ia pun menyatakan penangkapan ini adalah bukti pengabdian terbaik Polri kepada negara dan bangsa menjelang HUT Kemerdekaan.
"Polri telah menjawab semua keragukan masyarakat," kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia ini dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (31/7).
Hasibuan memberikan apresiasi yang tinggi kepada tim Polri yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Listyo Prabowo saat menangkap Djoko Trandra di Malaysia, Kamis (30/7). Menurut mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini, komitmen Kepala Polri Jenderal Idham Azis tentang ini sangat jelas.
Ia menambahkan Idham Azis tidak menoleransi anak buahnya yang adalah penegak hukum terlibat membantu pelarian dan aktivitas lain Djoko Tjandra. Hasibuan juga mengapresiasi Listyo yang memproses hukum jenderal yang terindikasi membantu Djoko Tjandra, walau itu teman seangkatan di Akademi Kepolisian.
"Djoko Tjandra yang sebelumnya diragukan sulit ditangkap berhasil dibekuk Polri di Malaysia," kata pengajar di Universitas Bhayangkara ini.
Terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) dengan Bank Bali kabur ke Papua Nugini pada 10 Juni 2009. Mahkamah Agung menghukum Djoko dua tahun penjara dan uang Rp546,468 miliar dirampas untuk negara.
Setelah 11 tahun menjadi buron, pada 8 Juni 2020, Djoko muncul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali atas vonis Mahkamah Agung. Djoko sempat membuat paspor ke Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 23 Juni 2020.
Ia lalu kabur ke Malaysia tanpa melalui pemeriksaan Imigrasi. Dalam perkara ini, Aziz mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pengawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Indonesia Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan Sekretaris National Central Beureu (NCB) Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet.
Prasetijo kini menjadi tersangka karena membuat surat jalan palsu agar Djoko bisa terbang dari Jakarta ke Pontianak. Sedangkan, Bonaparte dan Slamet dicopot karena ikut berperan dalam menghapus status buronan interpol untuk Djoko Tjandra. Kedua perwira tinggi penegak hukum itu dinilai melanggar kode etik dan disiplin Kepolisian Indonesia.