Jumat 31 Jul 2020 22:03 WIB

Legislator: Kebijakan Kampus Merdeka Perlu Ditinjau Ulang

Peninjauan terkait mahasiswa mengambil dua semester untuk melakukan magang.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Kampus Merdeka. Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menilai Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang Kampus Merdeka perlu ditinjau ulang.
Foto: ilustrasi
Kampus Merdeka. Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menilai Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang Kampus Merdeka perlu ditinjau ulang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menilai Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang Kampus Merdeka perlu ditinjau ulang. Ia mengatakan peninjauan ulang khususnya tentang dibolehkannnya mahasiswa mengambil dua semester, atau setara 40 SKS, untuk melakukan kegiatan magang di luar kampus.

"Menurut saya kebijakan tersebut kurang tepat dan perlu ditinjau ulang. Salah satu alasannya karena hal ini dapat menghambat mahasiswa dalam memahami sejumlah mata kuliah pokok yang harus dikuasai sesuai program studinya, akibat diganti dengan kegiatan magang," kata Himmatul, dalam keterangannya, Jumat (31/7). 

Baca Juga

Ia menjelaskan, sejak awal digulirkannya kebijakan tentang Kampus Merdeka tersebut, sejumlah kampus swasta sudah menyatakan keberatan. Bahkan, Komisi X DPR RI juga menerima aspirasi dari sejumlah perguruan tinggi swasta yang menyatakan tidak setuju dengan kebijakan ini. 

Terkait hal ini, ia berjanji, saat dimulai masa sidang mendatang, akan mempertanyakan kepada Mendikbud mengenai hal ini. Termasuk kendala-kendala yang dihadapi dalam menjalankan kebijakan serta bagaimana upaya mengatasinya.

Sementara itu, Dosen Program Studi Teknik Elektro Unas Riyanto Nugroho menyampaikan dampak negatif bisa terjadi terjadi jika kebijakan Kampus Merdeka bagian 40 SKS diganti dengan magang. "Jika ini diterapkan, mahasiswa tidak memiliki pemahaman yang kuat terkait sejumlah mata kuliah pokok seperti elektro dan fisika yang merupakan program studi yang dipelajarinya," ujar Riyanto.

Riyanto melanjutkan, industri di Indonesia juga masih terbatas jumlahnya. Sehingga, kampus khususnya swasta akan kesulitan menempatkan mahasiswa-mahasiswanya untuk melakukan kegiatan magang. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement