REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno mengingatkan ancaman krisis pangan akibat sebaran virus Covid-19. Dia mengatakan, sekitar 500 juta orang di dunia beresiko jatuh miskin, karena sepertiga pangan dunia ternyata diproduksi petani kecil dan menengah yang rentan terhadap gejolak ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi.
"Negara-negara dengan impor pangan yang tinggi akan rentan terhadap perubahan harga pangan," kata Sandiaga dalam keterangan, Jumat (31/7).
Dia melanjutkan, Indonesia yang persentase impor dari total konsumsinya cukup rentan antara 25 hingga 50 persen. Menurutnya, kondisi demikian memunculkan narasi baru yaitu makanan atau pangan merupakan internet baru. Dia menjelaskan, pandemi Covid-19 telah memicu krisis multidimensional yang akan menghantam ekonomi dan mengancam stabilitas pangan dunia.
Dia mengungkapkan, sekitar 50 persen lebih produksi beras dunia dari Asia, terutama didominasi China dan India sebesar 500. 000 ton beras yang sempat tertahan di pelabuhan-pelabuhan di India. Lanjutnya, negara ekposrtir pangan seperti Vitenam, Thailand, India dan China tentu akan mengurangi kuota untuk mengamankan stok pangan dalam negeri.
Mantan wakil gubernur DKI Jakarta menyebut setidaknya ada lima gagasan aman pangan. Pertama, negara-negara, khusunya Indonesia berpeluang mengejar defisit dan mencegah krisis pangan yang kuncinya adalah fokus pada kemampuan berproduksi.
Kedua, menumbuhkan ketahanan pangan mulai dari lingkungan terkecil yaitu lingkup keluarga. Dia mengatakan, masyarakat bisa menanam apapun sumber panhan di lahan kosong sekitar rumah.
Ketiga, melipatgandakan kapasitas produksi pangan lokal dengan mengadopsi pupuk terbaik yang organik. Menurutnya, Indonesia bisa mendapatkan bibit-bibit yang sangat potensial dan memiliki keutana terhadap ancaman hama.
Keempat, memperkaya foodmix dengan bahan baku asli Indonesia, terutama memprodkusi kemampuan dari segi umbi-umbian. Mantan calon wakil presiden ini mengatakan, masyarakat bisa memperkaya dan melakukan diversifikasi makanan dengan asupan umbi-umbian maupun juga ikan yang tersedia sangat luas terutama ikan hasil budidaya.
Kelima, menerapkan teknologi dengan mencetak teknoagripreneur atau agriteknopreneur yang dapat meciptakan green jobs untuk generasi muda. Dia mengatakan, dengan teknoagripreneur maka akan tercipta lapangan kerja baru dan berkualitas degan teknologi pertanian bahkan akan muncul presisi teknologi bibit berkearifn lokal dan produksi pangan halal.
"Selanjutnya, digitalisasi pasar pangan, kita harus punya data yang sangat akurat, terhadap permintaan dan juga ini yang akan kita masukan ke dalam pengelolaan big data pangan nasional," katanya.
Sandi lantas menyinggung ancaman gelombang PHK secara besar-besaran di seluruh dunia. Dia mengatakan, sudah ada sekitar lima sampai 15 juta para pekerja sektor formal dan informal di Indonesia yang terancam kehilangan mata pencaharian dan kehilangan pnghasilan.
Menurutnya, meningkatnya angka pengangguran akan mempengaruhi daya beli pangan. Dia mengatakan, negara dengan persentase populasi yang tinggi berpotensi mengalami penurunan pendapatan dibawah 3,2 USD per hari.
"Indonesia termasuk Negara yang cukup rentan karena kita memiliki persentase tenaga kerja yang bersiko turun mata pencahariannya di atas angka 37 persen," katanya.