REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengapresiasi sinergitas Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penangkapan buronan terpidana korupsi Djoko Soegiarto Tjandra. Menurutnya, kedua lembaga tersebut telah melakukan sinergitas yang positif.
"Telah terjadi suatu kerjasama yang baik antara Polri dan intelijen. Polri berhasil menyimpan dan mengolah informasi yang bersifat rahasia itu sehingga bisa menangkap Djoko Tjandra," kata Emrus Sihombing di Jakarta, Jumat (31/7).
Menurutnya, Polri tentu menggunakan berbagai informasi dari berbagai pihak termasuk informasi intelijen dalam proses memburu pelarian terpidana suatu kasus. Dia menilai bahwa penangkapan terdakwa buron kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu membuktikan komitmen kepolisian dapat bekerja profesional.
Tak hanya mengapresiasi sinergitas antara Polri dan intelijen, Emrus juga menyoroti ketegasan Polri yang mencopot sejumlah jenderal. Mereka dinilai bertanggung jawab atas akses keluar masuk Djoko Tjandra secara bebas di Indonesia meski berstatus buron. Polri juga menetapkan pengacara Djoko sebagai tersangka.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra dibawa kembali melalui jalur penerbangan via Bandara Halim Perdanakusumah. Dia telah tiba di Halim Perdanakusumah, Kamis malam sekitar pukul 22.45 WIB dan segera dibawa ke Mabes Polri.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabomo menyatakan penangkapan buron kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali itu elibatkan Kepolisian Diraja Malaysia. Djoko didakwa melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar dan buron sejak 2009 lalu.
Kapolri Jendral Idham Aziz menegaskan bahwa kepolisian akan bersikap terbuka dan transparan serta tidak akan ditutup-tutupi terkait proses hukum Djoko Tjandra. Dia mengatakan, siapapun yang terlibat dalam pelarian terdakwa buron sejak 2009 itu akan disikat dan diproses hukum.