Sabtu 01 Aug 2020 13:39 WIB

Terbang Saat Pandemi, Penumpang Cenderung Abai Jaga Jarak

Kursi pesawat pun tak selalu tersedia untuk memungkinkan penumpang jaga jarak.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Reiny Dwinanda
Bandara Internasional Minangkabau, Sumatra Barat. Kursi di ruang tunggu diberi label yang mengarahkan agar penumpang pesawat menjaga jarak fisik satu sama lain.
Foto: Febrian Fachri/Republika
Bandara Internasional Minangkabau, Sumatra Barat. Kursi di ruang tunggu diberi label yang mengarahkan agar penumpang pesawat menjaga jarak fisik satu sama lain.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sebelum virus corona menjadi pandemi global, bepergian dengan pesawat terbang sangatlah mudah. Tinggal beli tiket pakai aplikasi, siapkan KTP dan perlengkapan pribadi, dan kita pun bisa terbang ke destinasi manapun yang hendak dituju.

Penyebaran virus corona ke seluruh penjuru dunia mengubah segalanya. Kini, penumpang harus menyiapkan dokumen hasil rapid test atau hasil PCR tes kalau mau bepergian.

Baca Juga

Sebelum berangkat ke Jakarta dari Padang, Sumatra Barat, Republika.co.id  juga menjalani rapid test dulu. Rapid test sudah dapat diakses dengan harga terjangkau di sejumlah rumah sakit atau klinik.

Bila penumpang naik pesawat Lion Air, rapid tes dapat dilakukan di klinik yang sudah menjalin kerja sama dengan Lion Air Grup dengan biaya tambahan Rp 95 ribu. Hasil rapid pun berlaku sampai 14 hari.

Setelah memperlihatkan hasil rapid test dengan hasil non reaktif, penumpang dipersilakan ke area keberangkatan di bandara. Tentunya, penumpang harus memproteksi diri seaman mungkin agar tak tertular Covid-19 selama perjalanan.

Face shield, masker, dan hand sanitizer wajib dimiliki untuk perlindungan diri. Tiba di bandara tujuan, penumpang akan langsung dicegat petugas untuk menginstruksikan mengunduh aplikasi electronic HEalth Alert Card (eHAC) melalui Playstore atau Apps store.

Sebenarnya, eHAC ini dibutuhkan saat kita baru tiba di bandara tujuan. Tapi, sebaiknya isi dulu sembari menanti pesawat di bandara asal supaya sampai di bandara tujuan sudah dapat memperlihatkan barcode ke petugas bandara tujuan.

Yang perlu diisi di eHAC adalah keterangan bahwa kita dalam keadaan sehat. Andaikan tidak punya ponsel cerdas atau aplikasi bermasalah saat tiba di bandara kedatangan, eHAC dapat diisi secara manual.

Petugas di bandara kedatangan sudah menyiapkan kertas eHAC. Jadi, penumpang sebaiknya menyiapkan pena sebelum berangkat dari rumah.

Dengan membawa alat tulis sendiri tentunya akan memangkas waktu antre peminjaman pena milik penumpang lain atau petugas eHAC di bandara. Lagi pula, memakai barang yang disentuh orang banyak juga menambah kemungkinan terpapar virus corona.

Pengalaman Republika.co.id pergi pulang naik pesawat Jakarta-Padang pada Rabu (15/7) dan Jakarta-Padang pada Rabu (22/7), pelaksanaan protokol kesehatan seperti jaga jarak fisik berjalan tidak konsisten. Saat berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang, maskapai sudah memberi tanda silang di setiap tempat duduk bagian tengah.

Penumpang hanya mengisi tempat duduk bagian dekat jendela dan sebelah lorong. Jadinya, tercipta jaga jarak antar penumpang.

photo
Bangku tengah pesawat tak diisi agar memungkinkan jaga jarak antarpenumpang. - (Febrian Fachri/Republika)

Sementara itu, saat kembali ke Padang dari Bandara Internasional Soekarno Hatta dengan maskapai yang sama, sudah tidak ada lagi tanda silang di tempat duduk bagian tengah. Bedanya, setiap penumpang diberi face shield oleh petugas di bandara. Sementara saat berangkat, petugas tidak memberikan face shield.

Saat hendak turun pesawat, penumpang cenderung abai menjaga jarak. Mereka langsung berhamburan dari tempat duduk begitu pesawat berhenti.

Penumpang berdesakan seakan situasi normal-normal saja, tanpa Covid-19. Di saat seperti ini, sebaiknya kita berdiam diri dulu di bangku agar tak ikut berdesakan.

Tidak ada ruginya menunggu beberapa menit untuk mengambil tas di bagasi kabin dengan tenang. Kita pun dapat melenggang keluar pesawat dengan santuy tanpa bersentuhan dengan orang lain.

Sementara itu, Nadya Putri Delwis, seorang penumpang yang terbang dari Bandar Udara Internasional Hang Nadim menuju BIM pada Sabtu (4/7) lalu juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Sebelum berangkat, Nadya melakukan rapid test di sebuah klinik.

Setelah mengantongi bukti rapid test dengan hasil non reaktif, Nadia ke bandara dengan perlengkapan keamanan lengkap. Ia bepergian dengan mengenakan pelindung wajah, masker N95, sarung tangan, dan tak lupa membawa hand sanitizer.

photo
Pengecekan kelengkapan administrasi calon penumpang pesawat di bandara Hang Nadim, Batam, Sabtu (4/7) - (IST)

Nadya diharuskan ke bandara tiga jam sebelum keberangkatan demi antisipasi antrean pengecekan dokumen-dokumen, seperti surat sehat, rapid test, dan KTP.

"Saran saya, jangan beli tiket dulu sampai hasil rapid test keluar. Supaya tidak rugi tiket hangus. Karena saya melihat ada ibu-ibu yang tidak jadi berangkat karena rapid test-nya belum keluar," kata Nadya kepada Republika.co.id, Kamis (23/7).

Nadya melihat baik di Bandara Batam maupun BIM, mayoritas penumpang tidak mengindahkan protokol kesehatan. Penumpang tidak sabaran dan berdesak-desakan saat hendak masuk dan keluar.

Menurut Nadya, harusnya petugas bandara dan petugas maskapai harus benar-benar tegas untuk mengatur penumpang. Penting untuk menjaga agar tidak terjadi penumpukkan.

"Tidak ada physical distancing saat hendak masuk dan keluar pesawat. Semua seperti normal saja, seperti tidak ada Covid-19," ujar Nadya.

Tapi secara keseluruhan, Nadya merasa terbang di masa new normal tidak seruwet yang dibayangkan. Syaratnya, setiap penumpang update informasi dan memenuhi semua persyaratan. Bila tidak melek informasi dan terlupa melengkapi persyaratan, penumpang akan ketinggalan pesawat.

Nadya menyebut untuk menjaga diri dari Covid-19 saat perjalanan udara, penumpang harus disiplin menjalankan protokol kesehatan dari diri sendiri. Tidak hanya itu, protokol kesehatan juga harus selalu disiplin di saat kita berada di kota tujuan.

"Supaya di masa new normal, kita tetap dapat bepergian dengan aman. Jadi warga benar-benar merasakan kenormalan baru untuk beraktivitas, termasuk untuk liburan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement