REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang mencatat selama bulan Juli 2020 terdapat 12 mamalia laut paus terdampar di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur. Beberapa diantaranya mati dan yang lainnya hidup.
Kepala BKKPN Kupang Ikram Sangadji menjelaskan dari 12 paus yang terdampar itu 11 paus diantaranya terdampar di Pulau Sabu Raijua, berjenis Paus pilot. Sepuluh paus diantaranya mati dan satu lagi berhasil diselamatkan oleh warga pesisir pada Kamis (30/7) lalu.
Sementara satu lagi adalah paus raksasa, paus biru atau Blue Whale, ketika terdampar dan mati di pantai Nunhila pada 21 Juli 2020 lalu di Kota Kupang. Paus ini sudah dikuburkan di kabupaten Kupang.
"Total semua ada dua kasus terdampar dan matinya paus di wilayah perairan NTT ini," tambah dia.
Ikram menjelaskan bahwa terdamparnya belasan paus itu secara alami bukan diakibatkan adanya perburuan liar yang dilakukan manusia di tengah laut.
Namun yang perlu diketahui adalah bahwa perairan NTT, khususnya Laut Sawu adalah lokasi berkumpulnya mamalia laut khususnya paus dari berbagai jenis. Lokasi itu merupakan tempat makan bagi para mamalia laut.
"Oleh karena itu terdamparnya paus-paus itu karena memang saat mencari makan mereka mengikuti arus yang membawa plankton-plankton, ke wilayah pesisir," ujar dia.
Lantaran keasyikan mencari makan dan makan, gerombolan mamalia itu kemudian lupa untuk kembali ke laut yang dalam, sehingga pada akhirnya tak bisa bergerak lagi.
Adanya luka pada tubuh mamalia laut itu juga kata dia bukan karena perburuan, atau bekas tombak atau sebagainya. Luka itu dikarenakan gesekan-gesekan tubuh ikan dengan batu karang yang berujung pada luka yang parah.
Ia meyakini bahwa masyarakat NTT sudah banyak yang paham akan larangan berburu atau menangkap hewan laut yang dilindungi. Sampai sejauh ini dari proses uji lab tubuh paus yang mati tak ada tanda-tanda akibat perbuatan manusia.