Ahad 02 Aug 2020 20:31 WIB

Ratapan Jenazah Seperti Apa yang Dilarang dan Mengapa? 

Islam melarang umatnya meratapi jenazah hingga berlebih-lebihan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Islam melarang umatnya meratapi jenazah hingga berlebih-lebihan. Ilustrasi ratapan jenazah saat ziarah kubur.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Islam melarang umatnya meratapi jenazah hingga berlebih-lebihan. Ilustrasi ratapan jenazah saat ziarah kubur.

REPUBLIKA.CO.ID, Islam memberikan adab-adab menghadapi mereka yang meninggal. Di antaranya larangan meratapi jenazah hingga berlebihan.  

Sejumlah ulama menyatakan hal itu. Dalam kitab Tanqil al-Qaul, Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa Imam Nawawi dalam kitabnya yang berjudul al-Adzkar menyatakan, Ketahuilah, menangisi jenazah dengan suara amat keras menurut ulama, hukumnya haram. Bila menangisi jenazah tanpa ratapan, tidak menjadi persoalan. 

Baca Juga

Selain itu, Syekh Nawawi al- Bantani juga mengutip sabda Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, antara lain sebagaimana riwayat dari Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda: 

 النياحة من عمل الجاهلية  “Meratap merupakan salah satu perilaku jahiliyah.” 

Dalam riwayat Muslim dari Abu Malik Al-Asy’ari, Rasulullah SAW bersabda:

 عَنْ أبي مالِكٍ الأشْعَريِّ قالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّه ﷺ: النَّائِحَةُ إذَا لَمْ تتُبْ قَبْل مَوْتِهَا تُقَامُ يوْمَ الْقِيامةِ وعَلَيْها سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، ودِرْعٌ مِنْ جرَبٍ رواهُ مسلم

"Sesungguhnya bila wanita yang meratap itu meninggal dan belum sempat bertobat, maka Allah SWT memotong beberapa baju dari ter dan baju kurung dari nyala api untuknya.”

Dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda: 

تَجِيْءُ النَّائِحَةُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَنْبَحُ كَنَبْحِ الْكَلْبِ “Wanita peratap akan datang di hari kiamat sembari menggonggong seperti anjing.” 

Menurut Syekh Nawawi al- Bantani, Hadits tersebut menunjukkan bahwa meratap termasuk dosa besar.Dia juga mengutip perkataan ulama yang terdapat dalam kitab az-Zawajir.

Menurut dia, para ulama mengatakan, “Orang yang tertimpa musibah, baik karena meninggal atau karena musibah pada dirinya, atau hartanya, atau kekayaannya, meskipun ringan dianjurkan mengucapkan, 'Kami hamba Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah kami pahala atas musibah ini, dan gantikan yang lebih baik darinya untuk kami'.

Sedih merupakan bagian fitrah dari perasaan manusia. Rasulullah SAW juga merasakan kesedihan kala ia ditinggal wafat paman yang selalu melindungi dakwahnya di Makkah, Abu Thalib. Menyusul kemudian istri yang sangat ia cintai, Khadijah RA juga wafat. Kesedihan juga menggelayuti Rasulullah SAW kala anak laki- lakinya, Ibrahim meninggal dunia.

Hadits dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq menyebutkan, “Rasulullah meneteskan air mata kala Ibrahim wafat.” Hal ini menunjukkan, seseorang wajar bersedih bahkan menangis jika ditinggal wafat seseorang. Namun, ia dilarang keras melakukan ratapan dan jeritan.

Dalam sebuah hadis dari Umar bin Khattab RA, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: الميت يعذب في قبره بما نيح عليه "Seorang mayat akan diazab di kuburnya karena diratapi."

Sementara, Ibnul Qayyim al- Jauziyah dalam Tahdziib As-Sunan berpendapat, mayat akan merasa sedih dan tersiksa karena orang yang masih hidup menangisinya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement