REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Eva Yuliana mendorong, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri harus mengusut oknum imigrasi yang terlibat di balik pelarian Djoko Tjandra. Tertangkapnya buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali itu, harus dijadikan momentum bagi kepolisian.
"Harus ada pengusutan oknum yang membantu membuat paspor dari imigrasi Jakarta Utara dan membantu menghapus Djoko Tjandra dari daftar cekal," ujar Eva lewat keterangan tertulisnya, Ahad (2/8).
Ia melihat adanya keterlibatan oknum yang membantu Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia-Malaysia. Khususnya pihak imigrasi yang meloloskannya masuk dan pergi.
"Bisa jadi oknum itu yang membantu Djoko tjandra melalui jalur darat di perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak, Malaysia," ujar Eva.
Penangkapan Djoko Tjandra, kata Eva, barulah permulaan. Jaringan mafia hukum di kepolisian, kejaksaan, imigrasi, dan pengadilan wajib diusut karena telah mencoreng wajah hukum Indonesia.
"Kita akan terus meminta mitra kami untuk mengusut tuntas keterlibatan oknum yang sudah membantu Djoko Tjandra dan meminta mereka untuk memperbaiki institusinya yang sudah tercoreng akibat kasus Djoko Tjandra," ujar Eva.
Sebelumnya, buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. Ia dibawa ke Indonesia menggunakan pesawat carter. Mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma pada pukul 22.39 WIB.
Djoko Tjandra merupakan buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan bahwa warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.