REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong meminta Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) melakukan investigasi internal terkait masuk-keluarnya buronan korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Pemeriksaan internal khususnya terkait Djoko yang tak terdeteksi masuk ke Indonesia.
"Kami mendesak para penegak hukum, khususnya Kemenkumham, untuk segera menindak oknum internal mereka yang terlibat dalam meloloskan Djoko Tjandra," ujar Sahroni lewat keterangan tertulisnya, Ahad (2/8).
Ia mengatakan bukan tak mungkin ada oknum yang kemungkinan terlibat dalam pelarian Djoko selama 11 tahun. Untuk itu, tertangkapnya buron tersebut harus dijadikan momentum untuk membersihkan lembaga penegak hukum dari oknum-oknum tersebut.
"Sejatinya ini adalah peluang kita untuk mengungkap semua pihak yang kongkalingkong dalam memberi perlindungan pada Djoko Tjandra," ujar Sahroni.
Selain itu, Sahroni juga meminta kepolisian menjadikan momentum penangkapan Djoko Tjandra untuk melakukan penyelidikan di institusi lain seperti Kemenkumham dan Kejaksaan Agung. "Polisi juga harus menginvestigasi terhadap kasus ini tidak hanya di jajarannya, tapi juga di institusi lain seperti Kemenkumham dan Kejaksaan agar kasusnya terang benderang," ujar Sahroni.
Sebelumnya, buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. Ia dibawa ke Indonesia menggunakan pesawat carter. Mendarat di Bandara Halim Perdanakusumah pada pukul 22.39 WIB.
Djoko Tjandra merupakan buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan bahwa warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.