Senin 03 Aug 2020 08:04 WIB

Tiga Alasan Investor Tertarik pada Indonesia

para investor sangat keberatan terkait regulasi terkait usaha yang tidak pasti

Seorang karyawan melintas di depan monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (29/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini ditutup menguat 20 poin atau 0,3 persen dibanding penutupan kemarin. IHSG pun kembali mencetak rekor baru di level 6.680, kendati investor asing mencatatkan jual bersih pada perdagangan hari ini.
Foto: Rivan Awal Lingga/Antara
Seorang karyawan melintas di depan monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (29/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini ditutup menguat 20 poin atau 0,3 persen dibanding penutupan kemarin. IHSG pun kembali mencetak rekor baru di level 6.680, kendati investor asing mencatatkan jual bersih pada perdagangan hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — JAKARTA — Dosen dan analis kebijakan publik dari Universitas Paramadina, Muhamad Iksan, menyatakan kawasan Indonesia Timur memiliki potensi besar untuk tetap dilirik para investor asing.

Menurut dia ada tiga hal utama yang mendorong investor berinvestasi di sebuah kawasan, yakni infrastruktur, sumber daya manusia, dan kepastian regulasi.

“Selama ini perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia memang mengeluhkan aspek infrastruktur dan sumber daya manusia Indonesia, namun masih bisa menoleransinya,” katanya dalam keterangan kepada Republika di Jakarta, Senin (3/8).

Namun, menurut mahasiswa doktoral Cheng Kung University Taiwan ini, para investor sangat keberatan terkait regulasi terkait usaha yang tidak pasti, berubah-ubah atau tidak konsisten dan tumpang tindih antara pusat dan daerah.

“Berdasarkan penelitian yang pernah saya kerjakan, perusahaan-perusahaan multinasional di sektor minerba tidak terlalu ambil pusing tentang buruknya infrastruktur dan rendahnya human capital di Indonesia. Buat mereka yang terpenting aturannya konsisten antara pusat dan daerah,” kata Iksan.

Iksan mengatakan RUU Cipta Kerja yang bertujuan menyederhanakan dan memudahkan regulasi terkait usaha bisa menjadi salah satu jawaban bagi inkonsistesi dan tumpang tindih peraturan antara pusat dan daerah.

Ia menjelaskan bahwa investasi menjadi salah satu komponen yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisa menghidupkan perekonomian masyarakat di sekitarnya.

“Selain menjadi salah satu komponen bagi pertumbuhan ekonomi, efek positif investasi pada masyarakat berlapis-lapis. Saya pernah melakukan riset di Morowali dan Sorowako. Saya melihat dampak besar investasi pada perekonomian masyarakat di sekitarnya,” ujarnya.

Mengutip Menteri Perindustrian, Iksan mengatakan, jika suatu perusahaan nikel atau lapangan pekerjaan dibuka di satu wilayah, maka ada empat lapangan pekerjaan pendukung lagi yang tercipta. 

Meski demikian, Iksan menambahkan, jangan sampai karena bertujuan mempermudah izin usaha dan menarik investor, RUU Cipta Kerja mengabaikan aspek lingkungan.

“Dengan adanya Omnibus Law bisa mempermudah. Tapi yang saya khawatirkan soallingkungan. Tidak semua perusahaan memiliki kesadaran dan kepedulian pada lingkungan. Di situ, salah satu poin dalam RUU Cipta Kerja harus kita kawal,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement