Senin 03 Aug 2020 13:02 WIB

BPS: Inflasi Tahunan 1,54 Persen, Terendah 20 Tahun Terakhir

Inflasi tahunan (year on year/yoy) Juli 2020 terhadap Juli 2019 tercatat 1,54 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Kepala BPS, Suhariyanto
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Kepala BPS, Suhariyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi hingga Juli 2020 cukup rendah bahkan mengalami minus atau deflasi. Inflasi tahunan (year on year/yoy) Juli 2020 terhadap Juli 2019 tercatat hanya 1,54 persen. Angka tersebut tercatat menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir.

"Inflasi ini terendah sejak posisi Mei tahun 2000. Saat itu inflasi tahunan 1,2 persen, kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam konferensi pers, Senin (3/8).

Baca Juga

Ia mengatakan, situasi tahun 2020 memang sedang tidak normal. Hal itu akibat dampak dari pandemi virus corona yang sangat besar dan menganggu stabilitas ekonomi dunia. Selain inflasi tahunan yang rendah, inflasi tahun kalender (Januari 2020-Juli 2020) juga masih di bawah 1 persen, yakni hanya 0,98 persen.

Suhariyanto menuturkan, pada Januari 2020, inflasi tahun kalender sebesar 0,39 persen atau masih dalam angka yang normal. Namun, tingkat inflasi turun perhalan mulai Februari 2020 akibat wabah virus corona yang terus meluas dan dinyatakan masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020.

"Situasi ini memang tidak wajar. Inflasi tahun-tahun sebelumnya yang mencapai puncak di bulan Ramadhan dan Lebaran pun tidak terjadi di tahun ini," kata dia.

Situasi permintaan terhadap barang makin melemah setelah pemerintah memberlakukan work frome home mulai bulan April lalu. Hal itu secara langsung berdampak pada turunnya permintaan yang diikuti dengan merosotnya suplai bawanr.

"Pengaruh Covid-19 luar biasa sekali. Seluruh negara inflasi melambat bahkan cenderung deflasi. Itu sebabnya inflasi masih lemah sekali," katanya menambahkan.

Oleh karena itu, Suhariyanto mengatakan, tugas pemerintah ke depan salah satunya yakni dengan meningkatkan kembali daya beli masyarakat. Hal itu agar tingkat konsumen kembali naik dan ekonomi nasional setidaknya kembali bergairah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement