REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik aturan baru Mahkamah Agung terkait pedoman pemidanaan untuk terdakwa koruptor. Diketahui, dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Perkara Tipikor Pasal 2 & 3 UU Tipikor memungkinkan hakim untuk menjatuhkan pidana penjara seumur hidup kepada koruptor.
"KPK tentu menyambut baik Perma dimaksud sekalipun tidak untuk semua pasal Tipikor seperti pasal suap menyuap, pemerasan dan lain-lain serta tindak pidana korupsi lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Ahad (2/8).
KPK berharap, dengan adanya aturan baru ini tidak terjadi lagi disparitas dalam putusan perkara tindak pidana korupsi yang dijerat menggunakan pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Lembaga antirasuah juga meyakini Perma bisa mengakselerasi pemberantasan korupsi.
"Kita semua harus bangun sikap optimis ke depan. Lepas dari segala kekurangan dan kelebihannya tentu pedoman tersebut sebagai salah satu ikhtiar dalam upaya pemberantasan korupsi saat ini," tegas Ali.
Khusus untuk Pasal 2 dan Pasal 3 parameter yang ada dalam Perma juga sudah dijadikan panduan dalam penyusunan pedoman tuntutan oleh KPK karena sebelumnya KPK juga ikut hadir dalam pembahasannya. Oleh karena itu sudah seharusnya parameter penerapan sudah dapat diwujudkan dalam pemidanaan oleh para hakim yang menyidangkan perkara Tipikor dari hakim tingkat pertama hingga MA.
Lebih lanjut Ali menyatakan, bahwa KPK juga sedang melakukan finalisasi penyusunan pedoman tuntutan Tipikor untuk seluruh pasal-pasal Tipikor. Aturan pedoman itu ditujukan untuk pasal yang berhubungan dengan kerugian keuangan negara, penyuapan dan tindak pidana korupsi lainnya.
Berdasarkan draf Perma yang diterima, disebutkan aturan Perma dibuat untuk menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa, karena diperlukan pedoman pemidanaan. Aturan ini pun nantinya akan berlaku untuk terdakwa yang dijerat dengan Pasal Pasal 2 & 3 UU Tipikor.
Masih dalam draft, pada Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2020 disebutkan bahwa terdapat empat kategori kerugian negara. Kategori paling berat yaitu kerugian negara lebih dari Rp 100 miliar,
Kategori berat yaitu kerugian negara Rp 25 miliar-Rp 100 miliar. Kemudian, kategori sedang yaitu kerugian negara Rp 1 miliar-Rp 25 miliar. Sementara kategori ringan yaitu kerugian negara Rp 200 juta-Rp 1 miliar, dan kategori paling ringan yaitu kurang dari Rp 200 juta.
Selain kerugian negara, aturan ini juga memberikan pertimbangan terkait kesalahan, dampak, dan keuntungan dalam melakukan pemidanaan terhadap terdakwa yang dijerat pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Nantinya, bila terdakwa korupsi merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar lengkap dengan tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan yang tinggi, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara seumur hidup atau penjara 16 tahun hingga 20 tahun.
Kemudian, bila terdakwa koruptor merugikan negara sejumlah Rp 100 miliar lebih dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan di kategori sedang maka hakim dapat menjatuhkan pidana selama 13 hingga 16 tahun penjara.
Lalu, bilamana terdakwa koruptor merugikan negara sejumlah Rp 100 miliar lebih dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan di kategori ringan maka hakim dapat menjatuhkan pidana selama 10 hingga 13 tahun penjara.
Selanjutnya, bilamana terdakwa koruptor merugikan negara sejumlah Rp25 miliar - Rp 100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan di kategori tinggi maka hakim dapat menjatuhkan pidana selama 13 hingga 16 tahun penjara.
Selanjutnya, bila terdakwa koruptor merugikan negara sejumlah Rp 25 miliar sampai Rp 100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan di kategori sedang maka hakim dapat menjatuhkan pidana selama 10 hingga 13 tahun penjara.
Terakhir, bila terdakwa koruptor merugikan negara sejumlah Rp 25 miliar - Rp 100 miliar dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan di kategori ringan, maka hakim dapat menjatuhkan pidana selama 8 - 10 tahun penjara.