Selasa 04 Aug 2020 08:38 WIB

Kekuatan Berlebihan dari Raja Thailand Tuai Protes

Warga Thailand berdemo menuntut reformasi terhadap monarki raja.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Dalam foto tangkapan video, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn duduk di singgasana di depan Ratu Suthida saat secara resmi dinyatakan sebagai raja di Grand Palace, Bangkok, Sabtu (4/5).
Foto: Thai TV Pool via AP
Dalam foto tangkapan video, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn duduk di singgasana di depan Ratu Suthida saat secara resmi dinyatakan sebagai raja di Grand Palace, Bangkok, Sabtu (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Protes anti-pemerintah Thailand menuntut reformasi terhadap monarki Raja Maha Vajiralongkorn terjadi pada Senin (3/8). Setelah raja naik takhta pada 2016, istana melakukan revisi konstitusi baru yang memberinya kekuatan darurat yang lebih besar.

Lebih dari 200 pengunjuk rasa berpakaian seperti penyihir fiksi Harry Potter dan karakter lain ketika melakukan protes atas kekuasaan raja. Mereka mengenakan kostum tersebut sebagai referensi untuk menghilangkan ketidakadilan di bawah pemerintah yang didukung militer.

Baca Juga

Raja Maha Vajiralongkorn sejak dilantik mengambil kendali pribadi atas beberapa unit tentara dan aset istana senilai puluhan miliar dolar. Mencemarkan nama baik Kerajaan dapat dihukum hingga 15 tahun penjara di bawah undang-undang 'lese majeste' Thailand.

Pengacara dan salah satu penunjuk rasa, Anon Nampa, menyatakan istana mengambil kekuatan terus membesar yang merusak demokrasi dan tidak melakukan tindakan dalam menghadapi serangan terhadap penentang pemerintah Perdana Menteri, Prayuth Chan-ocha.

Beberapa aktivis Thailand mengeluh penggunaan kekuatan oleh pihak berwenang dengan  setidaknya sembilan tokoh oposisi yang tinggal di luar negeri telah menghilang dan dua ditemukan tewas. "Membicarakan hal ini bukanlah tindakan untuk menjatuhkan monarki, tetapi untuk memungkinkan monarki itu ada di masyarakat Thailand dengan cara yang benar dan secara sah di bawah monarki yang demokratis dan konstitusional," kata Anon kepada kelompok sekitar 200 orang di Monumen Demokrasi Bangkok.

Para mahasiswa dari universitas Mahanakorn dan Kaset juga meminta pihak berwenang untuk mendengarkan para pengunjuk rasa. Mereka meminta untuk mereformasi hukum 'lese majeste' yang melarang kritik terhadap monarki.

Polisi tidak membubarkan aksi unjuk rasa tersebut tetapi menyatakan setiap dugaan pelanggaran akan diselidiki. Wakil juru bicara pemerintah, Ratchada Thanadirek, mengatakan menyerahkan proses kepada kepolisian terhadap para pengunjuk rasa.

"Pemerintah ingin para pemrotes muda mematuhi hukum sehingga mereka dapat terus menggunakan hak mereka untuk membuat tuntutan mereka dan negara dapat tetap damai," kata Thanadirek.

Petugas polisi, Surapong Thammapitak, mengatakan belum bisa menentukan pelanggaran yang telah dilakukan oleh demonstran. "Setiap pelanggaran berdasarkan hukum apa pun akan diproses untuk para penyelidik," ujarnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement