REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank menilai saat ini perbankan masih ragu untuk menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Padahal sektor korporasi juga masih tertekan akibat pandemi Covid-19, sehingga bisnisnya mengalami gangguan banyak nasabah dalam hal penjualan atau pendapatan bahan baku.
Direktur Eksekutif LPEI James Rompas mengatakan saat ini fungsi dari pemerintah sebagai akselerator daripada kredit akan membuat perbankan lebih berani dalam memberikan fasilitas kepada debitur-debitur atau nasabah-nasabah yang terkena covid.
"Flow-nya sangat simpel dan kami berharap dengan mekanisme yang sederhana tersebut perbankan lebih percaya diri dalam memberikan kredit,” ujarnya kepada Republika, Selasa (4/8).
James menjelaskan setelah perbankan melakukan evaluasi terhadap pelaku usaha mengikuti ketentuan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan layak diberikan tambahan modal kerja maka LPEI datang sebagai special mission vehicle pemerintah untuk memberikan enhancement kredit. Ini artinya untuk memberikan penguatan kredit, yakni kredit tersebut risikonya turut dijamin oleh pemerintah melalui LPEI dan PT PII.
Pemerintah berupaya mengembalikan roda perekonomian melalui berbagai cara, salah satunya memberikan katalis melalui penjaminan bagi sektor perbankan yaitu berupa penjaminan yang diberikan kepada kredit korporasi padat karya. Hal ini bertujuan untuk memulihkan kegiatan usaha, menciptakan kesempatan lapangan kerja, dan menghidupkan roda perekonomian.
Salah satu langkah strategis diambil pemerintah, yakni memperluas peran LPEI, tidak hanya fokus untuk memberi dukungan pada peningkatan ekspor. Kini, melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), LPEI juga dilibatkan untuk mendorong sektor ril di dalam negeri dengan menjalankan mandatnya melalui penyaluran penjaminan kredit.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan LPEI akan berkontribusi dalam skema penjaminan atas pinjaman modal kerja yang diberikan perbankan kepada pelaku usaha korporasi padat karya. Kapasitas LPEI merupakan lembaga penjamin yang memiliki jenis penjaminan sovereign guarantee dan didukung peningkatan kapasitas finansial melalui penyertaan modal negara (PMN).
“LPEI desainnya hanya untuk yang export-oriented tapi sekarang kita perluas untuk yang industri substitusi impor juga yang bisa memberikan dampak yang positif, sehingga akhirnya ini membuat Spesial Mission Vehicle (SMV)nya Kementerian Keuangan makin memiliki kemampuan dan kita harapkan juga punya tata kelola yang sesuai dengan tantangan yang ada,” ucapnya.
Penjaminan yang disalurkan pemerintah melalui LPEI diharapkan dapat membantu kegiatan usaha dan menghidupkan roda perekonomian, sehingga dapat memberi ruang bagi perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja kepada pelaku usaha. Adanya peran dukungan dari LPEI salah satu SMV Kementerian Keuangan, diharapkan sektor perbankan dapat lebih percaya diri dan leluasa menyalurkan kredit modal kerja kepada pelaku usaha di sektor padat karya.
Ketua DewanOJK Wimboh Santoso mengatakan perluasan misi pada LPEI dapat memberikan dukungan bagi perbankan agar semakin percaya diri menyalurkan kredit modal kerja ke sektor padat karya dan produktif.
“LPEI merupakan lembaga sovereign, ATMR nya sovereign, dan dijamin oleh pemerintah,” ucapnya.
Sesuai Peraturan OJK, LPEI dapat memberikan penjaminan bagi bank dengan ketentuan diantaranya pembobotan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) sebesar nol persen. Ketentuan lainnya, aset yang dijamin berkualitas lancar dan pengecualian perhitungan batas maksimum pemberian kredit (BMPK).
Adapun penugasan dan perluasan misi yang diberikan pemerintah kepada LPEI, sejatinya juga sejalan dengan mandat dan strategi bisnis LPEI kedepannya, yaitu memperkuat bisnis penjaminan. Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, namun untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.
Sektor prioritas tersebut antara lain pariwisata (hotel dan restoran), otomotif, TPT dan alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, dan produk kertas; serta sektor usaha lainnya yang memenuhi kriteria terdampak Covid-19 sangat berat, padat karya (mempekerjakan >300 orang), berorientasi ekspor dan/atau memiliki dampak multiplier tinggi serta mendukung pertumbuhan ekonomi masa depan.
Kemudian program penjaminan ini, pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja senilai Rp 300 miliar dan sebesar 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp 300 miliar senilai Rp 1 triliun. Adapun skema penjaminan direncanakan berlangsung akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan sebesar Rp 100 triliun.
Sedangkan korporasi yang bisa mendapatkan penjaminan adalah mereka yang selama ini sudah menjadi debitur pada bank dengan riwayat kredit yang baik serta terimbas pandemi Covid-19.