Selasa 04 Aug 2020 12:53 WIB

Pakai Masker Bisa Membudaya Begitu Pola Pikir Tersentuh

Butuh waktu bagi protokol kesehatan untuk bisa menjadi kebudayaan baru.

Petugas menghukum warga yang tidak memakai masker untuk
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Petugas menghukum warga yang tidak memakai masker untuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Sosial Budaya Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Meutia Hatta mengatakan, kebiasaan baru berdasarkan protokol kesehatan pandemi Covid-19 memerlukan waktu untuk bisa menjadi kebudayaan baru yang diadopsi masyarakat luas. Sebab, itu akan memerlukan waktu karena menyangkut pola pikir dan perilaku.

Meutia mengatakan, kebiasaan adalah sesuatu yang dilakukan sekelompok orang karena satu pertimbangan tertentu, misalnya karena melihat ada kebaikan, keuntungan, atau manfaat dari hal tersebut. Setelah orang dari luar kelompok tersebut juga melihat manfaat langsung dari kebiasaan tersebut, biasanya akan lebih banyak orang yang meniru dan mengikuti kebiasaan tersebut.

Baca Juga

"Ada kebiasaan yang diperkuat dengan cara-cara mempertahankan sampai dengan turun temurun, kemudian menjadi kebudayaan," tuturnya dalam bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia dari Gedung Graha BNPB di Jakarta, Selasa.

Meutia mencontohkan kebiasaan masyarakat yang tinggal di rumah panggung seperti di Sumatra Selatan atau Sumatra Barat. Di depan rumah biasanya ditempatkan gentong berisi air untuk mencuci kaki sebelum masuk ke dalam rumah. Kebiasaan menempatkan gentong berisi air dan mencuci kaki sebelum masuk ke dalam rumah itu akhirnya menjadi budaya masyarakat setempat.

"Bisa juga makanan. Orang Minang dulu tidak suka makan sayur sehingga biasanya sakit kolesterol. Setelah merasakan manfaat sayuran, sekarang kita mudah mendapatkan menu sayur-sayuran di masakan Minang," jelasnya.

Begitu pula dengan kebiasaan berdasarkan protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker saat berada di luar rumah dan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Mutia mengatakan, itu akan dilakukan banyak orang bila mereka merasakan manfaatnya dalam melindungi diri dari virus corona.

"Kita harus mengupayakan agar hal itu menjadi budaya dengan pola pikir dan perilaku masyarakat, bukan sekadar ikut-ikutan, melainkan masyarakat otomatis melakukannya," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement