REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merestrukturisasi kredit perbankan sebanyak 6,73 juta debitur atau setara Rp 784,36 triliun hingga 20 Juli 2020. Hal ini sejalan dengan Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan dari jumlah debitur 6,73 juta tersebut terdiri dari 5,38 juta UMKM dan 1,34 juta non UMKM. Adapun masing-masing nilai restrukturisasi kredit sebesar Rp 330,27 triliun dan Rp 454,09 triliun.
"Per 20 Juli proses perkreditan restrukturisasi dengan memanfaatkan POJK ke-11 ini telah mencapai Rp 784,36 triliun dengan nasabah sejumlah 6,73 juta," ujarnya saat konferensi pers virtual, Selasa (4/8).
OJK juga mencatat untuk restrukturisasi perusahaan pembiayaan sebesar Rp 151,01 triliun hingga 28 Juli 2020. Adapun jumlah itu terdiri dari empat juta kontrak restrukturisasi yang telah disetujui OJK.
“Hingga periode tersebut, sebanyak 4,73 juta yang telah menyampaikan permohonan restrukturisasi. Dari jumlah itu sebanyak 326.529 sedang dalam proses persetujuan OJK,” ucapnya.
Ke depan OJK berupaya memberikan ruang untuk perpanjangan restrukturisasi kredit sektor perbankan. Pada aturan POJK ini umumnya dibuat tidak terlalu lama, yakni hanya satu tahun dan akan berakhir pada Maret 2021.
"Bagi pengusaha yang ingin tumbuh masih kita (berikan) ruang yang lebih lama apabila memang diperlukan, sehingga kami memberikan ruang bahwa perpanjangan POJK 11 dimungkinkan,” ucapnya.
Menurutnya otoritas akan melihat sebelum akhir tahun ini untuk memperkirakan jumlah pelaku usaha yang terdampak pandemi Covid-19. Dari situlah nanti, OJK akan berembuk dengan perbankan dan mengambil jalan tengah untuk apakah akan diperpanjang atau tidak.
"Iyaa itulah yang sebenarnya perlu memerlukan perpanjangan untuk POJK ke-11. Mudah-mudahan semua bisa bangkit harapan kami semua bisa bangkit seperti semula, sehingga semua bisa memanfaatkan perpanjangan POJK ke-11," ucapnya.