REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung telah mengeksekusi atau menjalankan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) terkait terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Djoko Tjandra mendekam di Rutan Salemba Cabang Mabes Polri bukan terkait penahanan kasus dugaan pemalsuan surat jalan, melainkan eksekusi putusan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu.
"Setelah tertangkap terpidana Djoko Sugiarto Tjandra pada Kamis kemarin maka pada hari Jumat jaksa eksekutor telah melaksanakaan ekseskusi terhadap putusan mahkamah agung dalam perkara PK terhadap terpidana," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono di Jakarta, Selasa (4/8).
Dia menjelaskan, pelaksanaan eksekusi dilakukan oleh jaksa yang berlangsung di Bareskrim Mabes Polri. Ia menambahkan jaksa langsung melakukan eksekusi dan dituangkan dalam berita acara pelaksanaan yang juga di tandatangani oleh terpidana ketia diserahkan bareskrim polri pada hari itu.
Artinya, ia menegaskan, tugas jaksa pada saat itu selaku eksekutor selesai terhadap penempatan narapidana. Selanjutnya, dia mengatakan, penempatan terpidana setelah dieksekusi merupakan wewenang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham.
"Jadi kami ulangi tugas jaksa dalam hal ini adalah eksekusi terhadap putusan peninjauan kembali nomor 12 tahun 2009. Jadi tidak ada istilah penahanan, ya, jadi eksekusi," katanya.
Heri kembali menegaskan tidak ada penahanan terkait kasus Djoko Tjandra. Sebab, penahanan merupakan proses hukum yang hanya dilakukan ketika kasus masih dalam ranah penyidikan, penuntutan, maupun persidangan.
Dia pun mengaku siap menjelaksan lebih lanjut jika dalam perjalanan penasihat hukum Djoko Soegiarto Tjandra melakukan perlawanan. "Misalnya melalui proses hukum kami akan siap melakukan penjelasan terhadap hal itu. Jadi kalaupun ada yang berpendapat bahwa itu tidak sah ataupun harus batal demi hukum maka kami siap jika hal tersebut akan dipermaslaahkan dalam tataran ranah hukum," katanya.
Sebelumnya, kuasa hukum Djoko Tjandra, Otto Hasibuan, sebelumnya mengatakan ada kejanggalan dalam proses penahanan kliennya. Dia menyebut kliennya mendekam di Rutan Salemba karena dua perkara.
Pertama, eksekusi Kejagung sehubungan dengan PK kasus korupsi hak tagih Bank Bali. Kedua, penahanan untuk pemeriksaan Djoko Tjandra sebagai saksi kasus penerbitan surat jalan dengan tersangka Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetyo Utomo.
Padahal, Otto mengatakan, Djoko tidak menyandang status tersangka terkait kasus dugaan surat jalan. Karena itu, dia mempertanyakan keputusan kejagung yang melakukan penahanan terhadap kliennya itu.