REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) masih belum melibatkan Komisi Pembatasan Korupsi (KPK) dalam mendalami penyelidikan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang diduga menemui buron korupsi Djoko Tjandra. Pemeriksaan baru akan dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Kita akan perdalam dulu lah yang jelas kita akan transparan yang jelas kita tindak jaksa P (Pinangki) tersebut dan kita ini akan putuskan apakah jaksa P terlibat atau tidak di sisi pidananya," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung Febrie Ardiansyah saat ditanya soal pelibatan KPK untuk mendalami dugaan aliran dana ke kantung Jaksa Pinangki, Selasa (4/8).
Febrie mengatakan, Jampidsus tengah melakukan pendalaman terkait dugaan pidana Pinangki. Hasil pendalaman ini, nantinya akan dijadikan pertimbangan dalam kelanjutan penyidikan.
Jampidsus melakukan pendalaman pada Pinangki setelah Pinangki diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dalam kaitan pelanggaran administrasi. Febrie berjanji akan mendalami seluruh aspek mulai dari aliran dana hingga dugaan keterlibatan Pinangki dalam pelarian sang koruptor.
"Ini yang akan semua diperdalam saya kira tidak akan lama beberpaa lama sudah akan ada hasilnya," ujar Febrie.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono menyimpulkan, dalam perkara Pinangki, terdapat dua pokok permasalahan yaitu pelanggaran administratif dan dugaan pidana. "Dari hasil pemeriksaan pengawasan sudah disampaikan direktur penyidikan untuk yang dugaan terhadap adanya suatu peristiwa yang diduga pidana itu sudah diserahkan ke Jampidsus proses selanjutnya sesuai dengan SOP yang ada," kata Hari.
Hasil pemeriksaan administrasi oleh Jamwas, kemudian akan ditindaklanjuti Jampidsus untuk mendalami dugaan pidana."Dari hasil telaah nantinya ada waktu tertentu mudah-mudahan minggu depan sudah bisa kami sampaikan apakah nanti akan meningkat jadi proses selanjutnya yang dalam hal ini prosesnya penyelidikan," kata Hari.
Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI Arsul Sani mengapresiasi pencopotan jaksa Pinangki Sirna Malasari dari jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung atas keterlibatannya dalam skandal Djoko Tjandra. Namun, pencopotan itu dinilai tidak cukup.
"Kejaksaan perlu menelisik dan menganalisis apakah ada indikasi tindak pidana seperti suap atau gratifikasi atau tidak dlm hubungan antara jaksa tersebut dengan Djoko Tjandra atau ada tidak unsur pidana umumnya," kata Arsul saat dihubungi Republika.
Bila terjadi suap atau korupsi oleh Pinangki dalam perkara Djoko Tjandra ini, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus ikut turun tangan. Sedangkan apabila ada dugaan tindak pidana umum, maka Polri juga harus ikut turun tangan.
"Logikanya tentu ada sesuatu kalau seorang penegak hukum sampai berkali-kali ketemu seorang buronan di LN tanpa ada maksud apapun," kata Wakil Ketua MPR RI ini.
Arsul mengatakan, sikap terbuka Kejaksaan dalam perkara Djoko Tjandra ini minimal harus seperti Polri yang sebelumnya juga mencopot dan menyelidiki tiga pejabat tingginya dalam perkara Djoko Tjandra. Keterbukaan ini untuk mengembalikan kewibawaan lembaga penuntut ini.
"Jika Kejaksaan tidak terbuka menelisik lebih lanjut soal ini, maka ya wajar nanti kalo elemen masyarakat sipil yang akan melaporkan kepada KPK atau Polri terhadap jaksa tersebut," ujar politikus PPP ini menambahkan.
Kejaksaan Agung (Kejakgung) mencopot jaksa Pinangki Sirna Malasari dari jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung pada Rabu (29/7). Hukuman tersebut, terkait dengan skandal Djoko Sugiarto Tjandra.
Keputusan pencopotan tersebut, hasil dari pemeriksaan internal yang dilakukan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) terkait pertemuan Pinangki dengan buronan korupsi hak tagih Bank Bali di luar negeri.