REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi terbukti memberikan hantaman yang signifikan terhadap pasar otomotif nasional. Hal ini pun otomatis berdampak pada industri pembiayaan yang dijalankan oleh Adira Finance.
Perusahaan leasing tersebut pun menjalakan sejumlah strategi dalam menghadapi pandemi. Presiden Direktur Adira Finance, Hafid Hadeli mengatakan, sejumlah strategi yang dilakukan ini berorientasi agar Adira dapat bertahan dalam menghadapi masa yang menantang ini.
"Strategi yang kami lakukan adalah dengan menjaga kualitas piutang. Selain itu, kami juga melakukan restrukturisasi untuk sejumlah kontrak pembiayaan," kata Hafid dalam konferensi pers virtual kinerja Adira Finance semester pertama 2020 pada Selasa (4/8).
Dengan strategi itu, maka Adira Finance tetap dapat bertahan karena likuiditas yang terjaga dan seluruh kewajiban dapat dibayarkan. Baik itu kewajiban yang harus dibayar oleh Adira maupun kewajiban dari nasabah kepada Adira.
Menurutnya, restrukturisasi kredit memang merupakan cara yang efektif dalam memberikan kemudahan bagi nasabah yang terdampak pandemi. "Cara ini juga biasanya kami terapkan saat terjadi suatu bencana di wilayah tertentu sehingga nasabah tetap dapat melaksanakan kewajiban pembayaran sesuai dengan kondisinya," kata dia.
Total, sepanjang semeter pertama ini, Adira melakukan restrukturisasi kredit untuk 745 ribu kontrak. Dengan strategi ini, diharapkan Adira juga dapat menekan angka non performing loan (NPL).
Di satu sisi, Adira juga terus melakukan sejumlah upaya untuk dapat menyalurkan kredit baru kepada konsumen yang membutuhkan kendaraan bermotor. "Tapi, dalam kondisi seperti ini tentu kami akan menyalurkan kredit dengan sangat berhati-hati. Kami harus selektif agar kewajiban pembayaran kredit nantinya dapat berjalan dengan lancar," ucapnya.
Soal performa Adira, Direktur Keuangan Adira Finance, I Dewa Made Susila mengatakan, saat ini Adira mencatatkan laba bersih Rp 597 miliar atau turun sebesar 37 persen secara year on year.
"Total pembiayaan baru Adira Finance sepanjang semester pertama 2020 turun sebesar 47 persen secara year on year menjadi Rp 10,1 triliun. Hal ini sejalan dengan penurunan pada industri otomotif," kata Made.
Ia pun menyampaikan, total penjualan segmen sepeda motor dan mobil masing-masing mengalami penurunan menjadi Rp 4,7 triliun dan Rp 3,6 triliun. Hal itu terjadi karena segmen pembiayaan baru pada sepeda motor baru tercatat mengalami penurunan sebesar 47 persen menjadi Rp 3,8 triliun.
"Selain itu, pembiayaan mobil baru pada semester pertama tercatat sebesar Rp 2,2 triliun atau turun 51 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Segmen mobil baru komersial pun tercatat mengalami penurunan sebesar 47 persen menjadi Rp 1,1 triliun, sementara segmen mobil baru penumpang turun 53 persen menjadi Rp 1,1 triliun," ujarnya.