Selasa 04 Aug 2020 21:34 WIB

Toleransi Ala Buya Hamka: Garis Tauhid Tak Bisa Ditawar

Buya Hamka secara tegas menjalankan toleransi yang tidak terkontaminasi.

Red: Nashih Nashrullah
Buya Hamka secara tegas menjalankan toleransi yang tidak terkontaminasi. Buya Hamka dan istrinya
Foto: Google.com
Buya Hamka secara tegas menjalankan toleransi yang tidak terkontaminasi. Buya Hamka dan istrinya

REPUBLIKA.CO.ID, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka, bisa menjadi teladan dalam kisah toleransi beragama. Dalam rubrik khasnya, Dari Hati ke Hati di Majalah Panji Masyarakat, Hamka banyak memberikan catatan seputar kerukunan antarumat beragama di Indonesia. (Lihat kumpulan tulisan Hamka dalam buku Dari Hati ke Hati, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002). 

Salah satu peristiwa yang mendapat catatan serius darinya adalah pengalaman KH S S Djam'an, seorang ulama Jakarta yang ditangkap aparat karena tuduhan telah menyebarkan propaganda anti-Pancasila. Kisahnya bermula saat Kyai Djam'an memimpin pengajian dengan mengupas tafsir surat al-Kahfi ayat ke-4 dan 5 yang menyebutkan ancaman neraka bagi orangorang yang berkata bahwa Allah mempunyai anak. 

Baca Juga

Tidak berapa lama setelah pengajian usai, rumahnya dikepung segenap pemuda Kristen. Seorang pendeta berkunjung, kemudian mereka pun berdialog. Kyai Djam’an bersikeras bahwa memang yang disampaikannya itu adalah hal pokok dalam ajaran Islam. Dialog yang tenang dan diakhiri dengan bersalam-salaman itu kemudian justru berlanjut dengan pemanggilan Sang Kiai ke kantor polisi.

Dalam kasus serupa lainnya, Hamka pun menceritakan tentang pengaduan seorang mubalig yang menjelaskan makna surat al-Ikhlash dalam sebuah perayaan Maulid Nabi SAW di sebuah SMA di Tanjung Priok. Karena ada bagian dalam surat itu yang memastikan bahwa Allah itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, maka guru-guru Kristen di sekolah itu protes dan keberatan dengan penyampaian tablig tersebut.