REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Secara normatif, tidur bukan pekerjaan aktif manusia, namun pekerjaan aktif Allah SWT. Karena itu sejatinya seseorang bukan tidur tapi dibuat tertidur oleh Allah SWT dengan sebab kantuk dan lelah. Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari.” (QS. al-An’am/6: 60).
Begitu juga bangun dari tidur, manusia dibangunkan dari tidur oleh Allah SWT atas kuasa-Nya, “Kemudian Dia membangunkan kalian pada siang hari.” (QS. al-An’am/6: 60). Dengan demikian, tidur dan bangun itu adalah kehendak Allah SWT. Terkait dengan tidur, Nabi SAW menganjurkan agar kaum mukmin tidur di awal malam.
Bersumber dari Abu Bazrah, diungkapkan bahwa, “Nabi SAW tidak suka tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang setelahnya.” (HR. Bukhari). Ada dua informasi yang didapat dari atsar ini. Pertama, Nabi SAW tidak tidur sebelum Isya. Kedua, Nabi SAW tidur setelah Isya atau di awal malam dan tidak suka kongkow-kongkow.
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah.” (HR. Bukhari). Dalam konteks ini, pahala tidur di awal malam adalah karena menaati perintah Nabi SAW tersebut. Selain banyak pahala lain yang mengikutinya.
Lebih tegas lagi, Nabi SAW bersabda, “Tidak ada perbincangan (sesudah shalat Isya), kecuali bagi orang yang sedang shalat atau orang bepergian.” (HR. Turmudzi). Secara implisit Nabi SAW mengajarkan apabila tidak ada kebutuhan yang sangat penting, sebaiknya seorang mukmin tidur di awal malam agar bisa bangun pada dua pertiganya.
Tidur di awal malam berarti memperpanjang waktu tidur yang memang harus digunakan secara maksimal hingga mencapai dua pertiganya. Allah SWT berpesan, “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untuk kalian malam dan siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu.” (QS. al-Qashash/28: 73). Sepertiganya digunakan untuk beribadah hingga pagi.
Bangun pada dua pertiga malam itu lebih mudah dilakukan apabila seorang mukmin tidur di awal malam. Maka itu, bagi yang selama ini masih merasa berat untuk bangun pada dua pertiga malam, maka cobalah tidur di awal malam agar bisa menunaikan shalat Tahajud dan rangkaian ibadah sunah lainnya seperti berzikir dan membaca Alquran.
Selain itu, aktivitas tidur di awal malam itu sendiri harus diniatkan untuk beribadah agar berpahala sepanjang tidur tersebut. Sebab, menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, ada dua macam kematian. Pertama, kematian kecil yang disebut dengan tidur. Kedua, tidur yang tidak bangun lagi selama-lamanya, ini adalah kematian besar.
Terkait kematian besar dan kecil, Allah SWT berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.” (QS. al-Zumar/39: 42).
Dalam kehidupan keseharian, orang yang tidur di awal malam dan bangun pada dua pertiganya tampak lebih cerah mukanya, muda dan sehat. Hal ini logis, karena dia tidur di saat prime time sehingga tidurnya berkualitas. Begitu juga saat dia bangun, mandi dan berwudhu dengan menggunakan air segar pertama pada hari itu.
Inilah kiranya pahala lain bagi orang yang tidur di awal malam dan bangun pada dua pertiganya. Semoga Allah SWT memberikan anugerah besar ini kepada kita agar dapat mengamalkan yang Rasulullah SAW sunahkan. Sebab setiap sunah yang diimplementasikan berujung pada diberinya pahala dari Allah SWT. Aamiin.