REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Para pemimpin negara-negara Muslim, termasuk para diplomat ternama mengutuk aneksasi Kashmir yang dilakukan oleh pemerintah India. Mereka juga menuntut India menarik pasukan bersenjata dari lembah Himalaya.
Melalui webinar yang diselenggarakan oleh World Kashmir Awareness Forum (WKAF), Ketua Organisasi Kerja Sama Islam Dewan Hak Asasi Manusia, Adama Nana menyatakan mengutuk penutupan dan pemadaman komunikasi selama setahun di Kashmir. Ia juga beranggapan tindakan yang dilakukan India termasuk dalam penganiayaan.
"Pemerintah India telah menganiaya para aktivis hak asasi manusia dan orang tidak bersalah dengan tuduhan palsu di bawah hukum kejam yang merupakan pelanggaran serius hukum internasional," kata Nana dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (5/8).
Ditambah lagi dengan penguncian terus-menerus yang dilakukan India menyebabkan kerugian ekonomi yang besar di wilayah tersebut. Penduduk Kashmir terlihat sangat menyedihkan dengan penganiayaan sistemik yang dilakukan India kepada Muslim Kashmir.
Perwakilan Tetap Pakistan untuk PBB, Munir Akram mengatakan Perdana Menteri India Narendra Modi telah menutup semua pintu dialog dan menggunakan kekuatan terhadap orang-orang tidak bersalah di Kashmir. "India telah mengerahkan lebih dari 900 ribu tentara di Kashmir dan melakukan kekejaman terhadap orang-orang tidak bersalah," kata Akram.
Akram mengatakan, telah menyerahkan dua dokumen kepada Dewan Keamanan PBB pada Senin lalu mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir dan menguraikan kasus hukum lembah yang disengketakan. Akram mendesak komunitas internasional mendukung tujuan sah warga Kashmir mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan resolusi DK PBB.
Direktur Pusat Urusan Islam dan Global Turki, Sami Al-Arian mengatakan warga Kashmir dan Palestina berjuang menentukan nasibnya sendiri di bawah pendudukan militer dan menghadapi kekuatan rasialis dan zionis. Kashmir dan Palestina, menurutnya, menderita kemiskinan karena pendudukan telah menyebabkan mereka kehilangan ekonomi.
Arian menyesali pertumbuhan Islamofobia dan mengatakan pemerintah Israel dan India mempromosikan Islamofobia, sementara kekuatan dunia memberikan senjata dan bantuan ekonomi kepada kedua negara tersebut untuk menduduki muslim. Presiden Azad Jammu dan Kashmir, Sardar Masood Khan, mengkritik bungkamnya Dewan Keamanan PBB yang telah lama menutup mata dan mengatakan kekuatan utama pada DK PBB tidak tertarik untuk menyelesaikan masalah yang berlarut-larut itu.
"Pasukan India membunuh orang-orang Kashmir tidak berdosa, sementara dunia diam karena genosida mereka," ujar Khan.
Penulis terkenal Inggris, penulis biografi, dan sejarawan Victoria Schofield juga menyampaikan orang Kashmir, yang tinggal di lembah yang indah harus bisa menikmati kebebasan sebagaimana dinikmati orang lain. Tapi yang terjadi, situasi di Kashmir justru sangat memprihatinkan dan bahkan jurnalis pun tidak diperbolehkan melaporkan fakta sebenarnya dari lapangan.
Mohammad Abdul Hamid, Presiden Dewan Konsultasi Malaysia untuk Organisasi Islam, Ibrahim Bulushi dari Kenya, dan Kepala WKAF dan Jenderal keamanan forum Ghulam Nabi Fai, Ghulam Nabi Mir juga turut menyikapi situasi di Kashmir. Mereka menuntut pencabutan segera pengepungan militer selama setahun di Kashmir. Mereka juga berharap pemulihan semua konektivitas internet dan hubungan komunikasi dan membebaskan semua tahanan politik termasuk anak-anak di bawah umur, jurnalis dan anggota masyarakat sipil.
"Izinkan akses tanpa batas untuk memantau dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia oleh badan-badan internasional yang kredibel termasuk Amnesty International, Human Rights Watch, Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia, Organisasi Dunia Melawan Penyiksaan (WOAT), Dokter Tanpa Batas, Dokter untuk Hak Asasi Manusia, dan Spesialis Khusus PBB Pelapor Penyiksaan dan pelapor tematik PBB lainnya," ujar para peserta penuntut.
Mereka mendesak penghentian dan pembatalan semua hukum, seperti Hukum Domisili, yang telah dilembagakan untuk mempercepat perubahan demografis dan mempromosikan pembersihan etnis, budaya, dan politik Jammu dan Kashmir. "Lucuti dan tarik semua personel militer dan paramiliter India dari wilayah-wilayah pendudukan sehingga semua orang di Jammu dan Kashmir dapat menggunakan hak penentuan nasib sendiri mereka yang bebas melalui referendum yang bebas dan adil seperti yang disepakati oleh Pemerintah India dan Pakistan serta Dewan Keamanan PBB sedini 1948," kata para pemimpin Kashmir.