REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—-Beban tugas yang harus dikerjakan para siswa selama melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dikeluhkan siswa maupun orang tua di Kabupaten Semarang.
Banyaknya beban tugas dikhawatirkan bisa membuat peserta didik menjadi jenuh dan berisiko terhadap efektivitas proses pembelajaran tanpa tatap muka.
Menyikapi hal ini, Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang menyiapkan formulasi pemberian tugas, guna mengurangi beban peserta didik selama proses PJJ masih dilaksanakan.
“Saat ini masih kami susun, dan secepatnya kami sosialisasikan kepada setiap satuan pendidikan (sekolah),” ungkap Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo di Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (5/8).
Ia mengungkapkan, Disdikbudpora Kabupaten Semarang telah melaksanakan beberapa evaluasi, terkait dengan pelaksanaan PJJ yang dilaksanakan sekolah yang ada di daerahnya, selama masa pandemi Covid-19.
Dari evaluasi tersebut terungkap, kuantitas tugas yang diberikan guru selama proses PJJ dilaksanakan ternyata cukup membebani siswa dan bahkan juga berdampak kepada orang tuanya.
“Kami mendapatkan banyak masukan bahkan aduan. Yang dirasakan siswa adalah tugas yang kebanyakan hingga orang tua tak luput ikut gusar yang dikhawatirkan rentan menyebabkan siswa menjadi jenuh dalam mengikuti PJJ,” jelasnya.
Guna menyikapi persoalan ini, jelas Sukaton, Disdikbudpora Kabupaten Semarang berinisiatif untuk menyusun konsep atau formulasi pemberian tugas dalam proses PJJ yang bisa mengurangi beban siswa.
Yakni dengan mengembangkan memberikan satu tugas multi mata pelajaran (mapel) kepada siswa saat melakukan kegiatan PJJ. Khususnya bagi siswa jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ia juga mengatakan, saat ini konsep tersebut dalam tahap perencanaan. Secara teknis konsep tersebut berupa pemberian satu tugas berisi soal dari semua mata pelajaran akan membuat siswa lebih efektif dalam mengerjakannya.
Misalnya untuk jenjang SMP ada 11 mata pelajaran yang diajarkan, maka per satu materi 11 mapel selesai, ada tugas yang diberikan kepada peserta didik.
“Nantinya, satu tugas yang diberikan berisi soal dari 11 mapel yang sudah diberikan kepada siswa, agar mereka lebih ringkas dalam mengerjakannya,” jelas Sukaton.
Ia juga berharap, dengan satu tugas yang diberikan, tak ada lagi orang tua siswa yang akan gusar karena anaknya mendapatkan banyak tugas. Sebab beberapa peserta didik selama ini masih harus menggunakan perangkat milik orang tuanya saat mengikuti PJJ.
Konsep ini juga dikembangkan karena melihat situasi pandemic Covid-19 belum ada yang bisa menentukan kapan selesai. “Kami khawair, situasi seperti ini jika berlangsung lebih lama akan menganggu efektifitas pelaksanaan PJJ yang akhirnya juga merugikan siswa,” tegasnya.
Di lain pihak, Sukaton juga mengatakan, saat ini Disdikbudpora Kabupaten Semarang sedang melakukan permohonan bagi setiap desa di Kabupaten Semarang untuk meningkatkan kemampuan jaringan internetnya melalui pemanfaatan APBDes.
Terutama bagi desa yang berada di kawasan yang sulit untuk mengakses sinyal. Sebab sesuai letak geografis Kabupaten Semarang ada daerah yang tak tak bisa dijangkau oleh sinyal internet.
Terkait permohonan tersebut, ada pemerintah desa yang merespon positif, namun juga ada yang menolaknya. Alasannya, untuk APBDes memang kebijakan masing- masing desa dalam pemanfaatannya juga berbeda.
Kendati begitu, ia bisa memahami karena hal tersebut sifatnya permohonan saja. Bagi daerah yang tak dijangkau sinyal internet, ia memberikan solusi para guru bergerak ke tiap desa untuk memberikan pembelajaran tatap muka kepada beberapa kelompok siswa.
“Jadi guru yang berkunjung di satu desa tertentu, mengumpulkan para siswa dalam kelompok belajar di satu tempat dengan dukungan fasilitas jaringan internet untuk memberikan materi pembelajaran,” jelasnya.
Sedangkan untuk kegiatan pembelajaran tatap muka siswa SD di Kabupaten Semarang, sesuai dengan rencana bakal dilakukan bulan September mendatang. Hal tersebut dilakukan usai evaluasi pembelajaran siswa SMP di Kabupaten selama dua bulan.
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka tersebut, akan dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan di sekolah. Tiap kelas maksimal hanya 18 orang siswa dan pembelajaran tatap muka hanya dilakukan oleh sekolah yang berada di zona hijau pandemi Covid-19.