Rabu 05 Aug 2020 16:01 WIB

Korban Meninggal Akibat Ledakan Lebanon Capai 100 Orang

Diperkirakan korban masih akan terus bertambah karena evakuasi terus berlanjut.

Rep: Fergi Nadira/Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Foto menggunakan drone memperlihat bekas-bekas ledakan di kawasan pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu (5/8). Ledakan berskala besar tersebut merusak area pelabuhan, menghancurkan bangunan di ibu kota dan menciptakan awan bentuk jamur berukuran raksasa di langut Beirut.
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Foto menggunakan drone memperlihat bekas-bekas ledakan di kawasan pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu (5/8). Ledakan berskala besar tersebut merusak area pelabuhan, menghancurkan bangunan di ibu kota dan menciptakan awan bentuk jamur berukuran raksasa di langut Beirut.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Korban meninggal dunia akibat ledakan sangat kuat di Beirut, Lebanon bertambah menjadi 100 orang. Adapun korban luka hampir menyentuh 4.000. Korban diperkirakan akan meningkat mengingat evakuasi masih terus dilakukan hingga kini, Rabu (5/8).

Kepala Palang Merah Lebanon, George Kettani, mengatakan setidaknya 100 orang telah terbunuh dalam ledakan tersebut. "Kami masih menyapu daerah itu. Bisa jadi masih ada korban. Saya harap tidak," katanya.

Baca Juga

Kettani sebelumnya mengatakan kepada penyiar LBCI bahwa Palang Merah berkoordinasi dengan kementerian kesehatan untuk mendirikan kamar jenazah khusus karena rumah sakit kewalahan akibat mengobati yang luka ditambah penanganan pasien Covid-19.

Ledakan di gudang di pelabuhan yang menyimpan bahan-bahan eksplosif merupakan ledakan terkuat selama beberapa dekade di Beirut. Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, 2.750 ton amonium nitrat yang digunakan dalam pupuk dan bom, telah disimpan di gudang tersebut selama enam tahun tanpa langkah-langkah keamanan. Dia juga mengutuk kurangnya langkah keamanan itu.

Dia menyerukan pertemuan kabinet darurat pada Rabu. Para pejabat tidak mengatakan apa yang menyebabkan kobaran api yang memicu ledakan itu. Sebuah sumber keamanan dan media mengatakan, api dimulai dari pekerjaan pengelasan yang dilakukan di sebuah lubang di gudang. "Ini seperti zona perang. Saya tidak bisa berkata apa-apa," ujar wali kota Beirut, Jamal Itani.

Dia menyempatkan diri untuk memeriksa kerusakan dan memperkirakan akan menelan biaya miliaran dolar. "Ini adalah malapetaka bagi Beirut dan Lebanon," ujarnya. Beberapa jam setelah ledakan pada pukul 18.00 waktu setempat Selasa (4/8), api berkobar di distrik pelabuhan, memancarkan cahaya oranye di langit malam ketika helikopter melayang dan sirine ambulan terdengar di seluruh ibu kota.

Ledakan itu terdengar di seluruh Siprus, yang berjarak sekitar 160 km jauhnya. Ledakan ini menghidupkan kembali kenangan perang saudara 1975-90 dan akibatnya. Beberapa warga mengira gempa telah melanda wilayah itu.

Orang-orang yang bingung, menangis dan terluka berjalan di jalan mencari kerabat. "Ledakan itu membuatku terpental beberapa meter jauhnya. Saya dalam keadaan linglung dan semuanya berlumuran darah. Ini membawa kembali ingatan ledakan lain yang saya saksikan terhadap kedutaan AS pada tahun 1983," kata Huda Baroudi, seorang desainer Beirut.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Lebanon Hamad HAsan mengatakan, masih banyak orang yang hilang akibat ledakan itu. "Ada banyak orang yang hilang. Orang-orang bertanya kepada departemen darurat tentang orang-orang yang mereka cintai dan sulit untuk mencari di malam hari karena tidak ada listrik," ujar Hamad.

Perdana Menteri Hassan Diab berjanji akan ada pertanggungjawaban atas ledakan di gudang yang dia sebut "berbahaya". "Mereka yang bertanggung jawab akan membayar harganya," kata dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement