REPUBLIKA.CO.ID, Rejak rekam Israel sebagai negara yang kerap melancarkan operasi-operasi teror bendera palsu (false flag), dengan menuding pihak lain atas kejahatan yang dilakukannya, Israel ingin mengubah opini publik atas satu pihak dan menjadikan pihak lain berperang demi kepentingannya. Peristiwa ini terjadi di Palestina dan Lebanon dalam waktu yang berbeda.
Satu peristiwa yang kini mungkin telah lama dilupakan adalah ledakan bom di Hotel King David, Palestina, pada 22 Juli 1946, yang menyebabkan tewasnya 91 tentara Inggris. Israel menuding kaum militan Palestina ada di balik ledakan tersebut.
Namun kemudian, terungkap bahwa aksi terorisme tersebut dilakukan kelompok teroris Israel, Irgun, yang berpakaian Arab. Tujuannya jelas, Israel bukan sekadar menginginkan Inggris keluar dari Palestina tetapi juga hendak mengubah opini dunia tentang para pejuang kemerdekaan Palestina.
Terkait dengan Lebanon, pada 1982 saat invasi I Israel ke Lebanon, mungkin orang tak akan pernah lupa ketika sebuah truk sarat bahan peledak menabrakan diri ke barak marinir AS di Bandara Internasional Beirut. Akibatnya, 241 marinir tewas.
Peristiwa ini berhasil menarik Amerika untuk ikut berperang di pihak Israel. Hanya dalam hitungan beberapa hari kemudian, Israel telah berhasil mengidentifikasi pelaku ledakan sebagai intelijen Suriah dan pejuang Syiah Lebanon. Keterlibatan Mossad dalam peristiwa ini pun kemudian diungkap mantan agennya sendiri, Victor Ostrovsky, dalam bukunya By Way of Deception (1991).
Dua peristiwa tersebut hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak operasi bendera palsu Israel lainnya, seperti pembantaian di Shabra dan Shatilla (1982) dan Lavon Affair (1954). Hiperterorisme 9/11, menurut banyak analis independen, juga tidak mustahil melibatkan Israel.