Rabu 05 Aug 2020 17:13 WIB

BTN akan Relaksasi Aturan Kemudahan Rumah Subsidi

Dengan pelonggaran aturan, diharapkan penyerapan rumah subsidi lebih besar.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Anak-anak melintas di depan rumah komplek KPR bersubsidi di Desa Lam Ujong Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Aceh, Senin (3/8/2020). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengalokasi anggaran Rp.11 triliun untuk membangun 102.500 unit rumah murah bersubsidi di seluruh daerah hingga akhir 2020.
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Anak-anak melintas di depan rumah komplek KPR bersubsidi di Desa Lam Ujong Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Aceh, Senin (3/8/2020). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengalokasi anggaran Rp.11 triliun untuk membangun 102.500 unit rumah murah bersubsidi di seluruh daerah hingga akhir 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan relaksasi sejumlah aturan atau persyaratan dalam pembangunan rumah subsidi. Adapun relaksasi tersebut diharapkan akan memberi kemudahan dan mempercepat pembangunan rumah subsidi oleh pengembang.

Direktur Utama BTN Pahala Nugraha Mansury mengatakan perseroan berupaya melakukan koordinasi dengan para pengembang agar bisa mempercepat proses pembangunan rumah. 

Baca Juga

“Kami juga terus melakukan diskusi dengan pihak kementerian PUPR karena memang ada beberapa persyaratan khususnya untuk KPR bersubsidi ini agar bisa diberikan kelonggaran," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (5/8).

Pahala mencontohkan aturan yang perlu direlaksasi di antaranya untuk bisa dilakukan akad persetujuan KPR bersubsidi seperti jalan perumahaan sudah jadi atau listriknya sudah terpasang atau air bersihnya sudah tersedia. Setidaknya untuk melakukan percepatan pembangunan rumah hal tersebut bisa dilakukan secara paralel. 

"Yang penting komitmen pengembang itu kuat untuk bisa melakukan hal tersebut dan bisa dibuktikan misal dengan sudah bayar retribusi pemasangan listrik," katanya.

Menurut Pahala jika aturan tersebut bisa dilonggarkan maka penyerapan rumah subsidi oleh masyarakat akan lebih besar lagi, sehingga pengembang juga akan bisa terus membangun rumah subsidi. 

"Tentu ini akan menggairahkan sektor perumahan yang diharapkan bisa berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional," ucapnya.

Pahala menegaskan multiplier effect pada kredit kepemilikan rumah cukup tinggi. Hal ini dikarenakan bukan hanya berimplikasi kepada masyarakat yang membutuhkan adanya perumahan tetapi juga para pengusaha-pengusahanya  dan terus sampai nilai tambahnya kepada kontraktor, kemudian penjual bahan bangunan. 

"Kita perkirakan ada 177 sektor lainnya yang akan terpengaruh dengan adanya pengembangan dari sektor perumahan," ucapnya.

Tercatat hingga Juni 2020  penyaluran kredit dan pembiayaan tumbuh sebesar 0,32 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp 251,04 triliun pada semester satu 2019 menjadi Rp 251,83 triliun  pada periode yang sama tahun ini. 

“Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi menjadi penyumbang pertumbuhan kredit perseroan secara keseluruhan sebesar 45,11 persen dari total portofolio kredit BTN tersebut tumbuh positif level 5,84 persen yoy. Per semester I 2020, KPR Subsidi perseroan naik dari Rp 107,34 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp 113,61 triliun,” jelasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement