REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT-- Ledakan di Beirut yang menewaskan 100 orang dapat membawa Lebanon menuju kelaparan. Sebelum ledakan terjadi, negara Timur Tengah itu sudah mengalami krisis ekonomi dan diterpa pandemi virus Corona.
Lebanon juga menjadi tuan rumah bagi 1 juta pengungsi Suriah yang hancur karena perang. Berdasarkan gambar yang diambil pesawat tanpa awak, ledakan di pelabuhan itu menghancurkan gudang gandum mereka.
Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS), Lebanon mengimpor sekitar 80 persen pasokan gandumnya. Kini gudang yang menyimpan sekitar 85 persen pasokan gandum negara itu hancur.
Kantor berita Lebanon National News Agency (NNA) mengutip Menteri Ekonomi dan Perdagangan Raoul Nehme mengatakan gudang gandum telah 'terkontaminasi' dan tidak bisa digunakan. Tapi ia bersikeras cadangan gandum Lebanon cukup dan pemerintah akan segera mengimpornya lagi.
Sebelum ledakan terjadi Lebanon sudah diambang kebangkrutan. Mati lampu 20 jam sehari, tumpukan sampah bergunung-gunung dan antrean di depan stasiun pengisian bahan bakar sudah menjadi hal biasa di negara itu.
Lebanon sudah bergulat dari satu bencana ke bencana lainnya. Akhir-akhir ini kesulitan semakin menjadi-jadi. PHK massal, rumah sakit terancam ditutup, toko-toko dan restoran bankrut.
Angka kejahatan yang didorong keputusasaan meningkat pesat. Militer sudah tidak lagi mampu memberikan makan tentaranya daging dan penjual hewan ternak menjual barang kadaluarsa.
Kecepatan jatuhnya Lebanon hingga ke titik terendahnya sudah sangat mengkhawatirkan. Setelah diterpa krisis finansial, kebankrutan berbagai institusi, hiperinflansi dan meningkatnya angka kemiskinan lalu pandemi virus Corona kini gudang gandum mereka hancur karena ledakan amonium nitrat.
Pada Senin (3/8) menteri luar negeri mereka pun mengundurkan diri. Lemahnya visi dan keinginan untuk mengimplementasikan reformasi struktural dapat mendorong negara itu menjadi 'negara gagal'.
Negara yang pernah menjadi panutan negara multikultural di dunia Arab itu menuju gerbang kehancuran. Negeri kecil di Mediterania itu pernah dikenal sebagai negara yang memiliki identitas dan semangat kewirausahaan yang kuat.
"Salah satu masalah Lebanon adalah korupsi sudah didemokratisasi, tidak terpusat pada satu orang, semua sudah berakhir," kata wakil presiden Carnegie Endowment for International Peace, Marwan Muasher Senin dalam sebuah acara yang diselenggarakan Center for Global Policy.