REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kementerian Luar Negeri Turki pada Rabu (5/8) mengatakan aneksasi Jammu dan Kashmir tidak berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.
Pernyataan itu disampaikan juru bicara kementerian, Hami Aksoy, pada peringatan satu tahun keputusan India untuk mencabut status semi-otonom selama tujuh dekade di wilayah Himalaya.
"Terlihat bahwa praktik-praktik yang dilaksanakan selama setahun terakhir - sejak penghapusan pasal (370) konstitusi India yang memberikan status khusus kepada Jammu dan Kashmir - telah semakin memperumit situasi di Jammu dan Kashmir dan tidak memberikan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," kata Aksoy, dalam sebuah pernyataan.
Dia kemudian menegaskan kembali seruan Turki untuk berdialog untuk menyelesaikan masalah di bawah piagam dan resolusi PBB. Pada 5 Agustus 2019, pemerintah India mencabut status otonomi Kashmir, mengunci wilayah itu, menahan ribuan aktivis dan politikus, dan memutus jaringan internet.
Otoritas India pun khawatir akan adanya gerakan protes di Kashmir yang dikelola India, sehingga mereka memberlakukan jam malam sejak Selasa. Kashmir dikuasai oleh India dan Pakistan hanya di beberapa bagian, tetapi diklaim oleh keduanya secara penuh.
Sejak Kashmir dibagi menjadi dua wilayah pada 1947, Pakistan dan India telah bertempur tiga kali - pada 1948, 1965, dan 1971 - dua di antaranya memperebutkan Kashmir.