Kamis 06 Aug 2020 05:08 WIB

Kadin: Kebangkitan Ekonomi Tergantung Stimulus Pemerintah

Stimulus dari pemerintah dinilai Kadin belum efektif.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah kendaraan melintas diantara gedung-gedung di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (5/8). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi atau minus 5,32 persen akibat pandemi Covid-19. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan melintas diantara gedung-gedung di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (5/8). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi atau minus 5,32 persen akibat pandemi Covid-19. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, kebangkitan ekonomi nasional atau rebound amat sangat tergantung pada stimulus pemerintah. Sebab kemampuan pemodalan dalam negeri terbatas.

"Dari sisi kebijakan, stimulus-stimulus kita sudah baik dan sudah tepat. Namun tidak efektif untuk mendongkrak kinerja sektor riil karena pencairan atau distribusinya terhambat kepada pihak-pihak yang membutuhkan," ujar Wakil Ketua Umum kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani kepada Republika pada Rabu (5/8).

Baca Juga

Khususnya, lanjut dia, masyarakat yang kehilangan pendapatan atau pekerjaan dan pelaku usaha yang kekurangan modal usaha agar tetap beroperasi, meski kondisi pasar masih belum cukup baik. Shinta menuturkan, distribusi stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat serta peningkatan belanja pemerintah guna penciptaan demand sangat dibutuhkan, sehingga memberikan output positif pada kuartal III 2020.

"Di sisi lain, reformasi kebijakan ekonomi, khususnya kebijakan-kebijakan yang memengaruhi perbaikan iklim usaha dan investasi harus terus dilaksanakan dan direalisasikan. Tujuannya agar peningkatan kinerja sektor riil tidak hanya bertumpu pada stimulus dan kekuatan modal dalam negeri yang terbatas tetapi juga dengan FDI (Foreign Direct Investment/investasi asing)," jelas dia.

Jika kinerja sektor riil tidak diperbaiki, lanjut Shinta, rebound ekonomi menjadi tidak solid atau mudah terganggu faktor eksternal. Sehingga pemulihan ekonomi akan berlangsung lama, bukan pada kuartal ketiga 2020.

Hal itu karena supply capital jauh lebih rendah dibandingkan kebutuhan capital di sektor riil. Lapangan pekerjaan pun sulit atau lambat diciptakan kembali bagi para pekerja yang kehilangan pekerja sepanjang Covid-19.

"Terakhir pemerintah perlu memberikan confidence kepada masyarakat. Lalu penanggulangan Covid-19 dilakukan secara baik dan masyarakat perlu terus mengikuti  protokol kesehatan," tutur Shinta.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi atau minus 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi yang negatif ini merupakan pertama kalinya sejak periode 1998 atau ketika Indonesia mengalami krisis finansial Asia. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 tercatat mencapai 2,97 persen atau mulai menunjukkan adanya perlambatan akibat pandemi Covid-19.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement