Rabu 05 Aug 2020 22:35 WIB

Alasan Film Horor Host Banjir Pujian

Sang sutradara menggunakan karakteristik aplikasi Zoom untuk menajamkan ketakutan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Salah satu adegan di film Host.
Foto: Shudder.
Salah satu adegan di film Host.

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Film terbaru di layanan streaming Shudder berjudul Host menjadi sorotan. Film tersebut memperoleh banyak ulasan positif.

Host banyak diapresiasi karena orisinalitas, kecerdikan, dan kekuatan cerita yang disajikan. Film garapan sutradara Rob Savage itu bahkan dianggap layak disebut film horor terbaik tahun 2020.

Film ini menyuguhkan cerita tentang pemanggilan arwah melalui platform obrolan video, Zoom. Aplikasi ini begitu populer selama masa karantina Covid-19. Ketika tengah menggelar pertemuan di Zoom, ada sesuatu yang tak diinginkan hadir ke dalam obrolan.

Setelah dirilis di Shudder, film ini langsung menduduki peringkat tertinggi pada laman ulasan film Rotten Tomatoes sekaligus menjadi obrolan trending di media sosial. Host banyak mendapat pujian dari tokoh-tokoh terkemuka seperti penulis NOS4A2 sekaligus putra Stephen King, Joe Hill, Elijah Wood, pendiri Kotaku Brian Cecente, dan bintang WWE Baron Corbin. Yang terpenting, film tersebut mampu memukau para penggemar film horor serta kritikus.

Laman Screeenrant mencoba merangkum alasan Host menjadi begitu populer saat ini.

1. Perpaduan tradisional dan modern

Host memadukan horor tradisional dengan modern. Host bukan film pertama yang mengambil konsep sepenuhnya dengan menampilkan layar komputer, mirip Unfriended dan Searching. Tetapi karena mengaitkan cerita dan proses pembuatan film dengan pandemi saat ini, konsep menjadi lebih berakar dalam konteks penciptaannya.

Sutradara Rob Savage mengakui perlunya keseimbangan. Bukan hanya mengawinkan antara tradisional dan modern, tetapi juga seperti menyinggung masa karantina 2020 sebagai horor yang terlalu reduktif, alih-alih berusaha menarik perhatian penggemar horor sejati.

2. Platform Zoom tak Sebatas gimik

Platform Zoom yang menjadi latar di film ini tidak hanya dijadikan sebagai gimik.

Sutradara menggunakan batas dan menentukan karakteristik Zoom untuk menajamkan ketakutan. Kadang-kadang, ada penurunan kualitas sinyal, untuk menciptakan ketegangan atau memakai opsi latar belakang palsu Zoom untuk efek yang lebih menakutkan.

Sutradara bermain-main dengan latar belakang karena semua karakter terpikat satu sama lain dan semua menatap layar sehingga mengabaikan apa yang terjadi di belakang mereka. Ada sesuatu yang lain muncul dari kegelapan. Ini cara yang sangat efisien untuk membangun teror.

Ada juga adegan kunci yang sangat bergantung pada gagasan ketidakhadiran, yang diperkuat oleh penggunaan Zoom. Segera setelah karakter menghilang dari layar mereka, penonton digiring untuk mengharapkan sesuatu terjadi. Kejutan-kejutan pun datang dan cenderung tebal serta cepat dengan atmosfer yang tepat. Inilah mengapa film menjadi memuaskan, meskipun menawarkan ketakutan.

Menjelang akhir film, hanya satu karakter yang tersisa di layar. Semua yang terlihat darinya adalah mata yang mengintip dari balik selimut (sebuah gambar yang segera menjadi ikon yang digunakan sebagai gambar poster film Host). Sutradara menghadirkan beberapa kotak kosong dan dengan cerdik menggunakan fitur hitung mundur Zoom untuk benar-benar meningkatkan rasa penasaran audiens.

3. Ceritanya menakutkan tapi menghibur

Film sangat berkaitan dengan kondisi pandemi Covid-19. Orang sudah terbiasa mendengar istilah frustrasi, bosan, dan sebagian besar aktiviyas harus dilakukan secara digital.

Kendati hadir sebagai film horor, cerita film tersebut seolah membuat penonton sebagai "korban" dari kondisi pandemi saat ini. Jadi tak hanya menakutkan, film tentunya menghibur dengan caranya sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement