Kamis 06 Aug 2020 06:00 WIB

Media AS: China Bantu Saudi Bangun Pabrik Pengolahan Uranium

Diduga ada dua perusahaan China bantu Arab Saudi bangun pengolahan uranium.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Yellow cake, material mentah uranium sebelum diperkaya (secara isotop) untuk dijadikan bahan bakar nuklir.
Foto: MIT
Yellow cake, material mentah uranium sebelum diperkaya (secara isotop) untuk dijadikan bahan bakar nuklir.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Beberapa perusahaan China dilaporkan membantu Arab Saudi dalam pembangunan fasilitas ekstraksi uranium rahasia. Laporan Wall Street Journal yang dikutip Washington Post menyebut Saudi diam-diam membangun pabrik pengolahan tersebut di barat laut negara tersebut.

Mantan Wakil Direktur Badan Energi Atom Internasional, Olli Heinonen mempertanyakan transparansi Saudi soal itu. "Di mana transparansinya? Jika programnya untuk perdamaian, mengapa tidak ditunjukkan?," kata dia dilansir di Washington Post, Rabu (5/8).

Baca Juga

Arab Saudi memiliki cadangan minyak terbesar kedua di dunia tetapi secara terbuka berencana untuk mengejar energi nuklir. Namun, pengejaran terhadap uranium yang tidak jelas itu meningkatkan kekhawatiran soal kemungkinan ambisi senjata nuklir.

Terlebih, Pangeran Mahkota Saudi Muhammad bin Salman, pada 2018 lalu sempat menyampaikan, bahwa bila Iran mengembangkan bom nuklir, maka Saudi akan mengikutinya sesegera mungkin.

Ada dua perusahaan yang disebut ikut membantu program nuklir Saudi. Dua itu ialah China National Nuclear Corp dan China Nuclear Engineering Group Corp. Kedua perusahaan diyakini telah bekerja untuk proyek nuklir Saudi. "Dugaan saya, salah satu alasan Saudi menggandeng China karena kontrol yang dilakukan China tidak sama dengan yang dilakukan Amerika Serikat," kata Senator Chris Murphy. Namun, kepada Wall Street Journal, Kementerian Energi Saudi secara tegas menyangkal bahwa mereka membangun fasilitas ekstraksi uranium.

Laporan itu juga menyebut, keterlibatan China dalam proyek nuklir Saudi menyusul langkah pemerintahan AS di bawah Donald Trump yang mengisolasi dan menghukum Beijing karena menghilangkan otonomi Hong Kong dan menyembunyikan data Covid-19 sebelum menjadi pandemi global.

Presiden Trump sendiri membela Pangeran Muhammad bin Salman dan mengatakan bahwa Saudi melayani kepentingan AS. Tahun lalu, Trump menentang anggota kedua partai politik untuk memveto undang-undang yang akan menarik AS dari intervensi yang dipimpin Saudi dalam perang saudara Yaman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement