Kamis 06 Aug 2020 13:33 WIB

Operasi Oktober, Food Estate Target 5 Ton per Hektare

Proses penanaman hingga pascapanen di food estate bakal mengoptimalkan mekanisasi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kedua kanan), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (tengah,  Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) dan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran (ketiga kanan) meninjau kesiapan lahan pertanian yang akan dijadikan pengembangan
Foto: Antara/Makna Zaezar
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kedua kanan), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (tengah, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) dan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran (ketiga kanan) meninjau kesiapan lahan pertanian yang akan dijadikan pengembangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah optimistis proyek food estate di Kalimantan Tengah dapat mulai bisa digunakan untuk musim tanam pada bulan Oktober 2020. Produksi diyakini dapat naik hingga 5 ton per hektare dari rata-rata saat ini sekitar 2 ton per hektare.

Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Kementerian Pertanian, Husnain, ada enam kementerian dan lembaga yang terlibat dalam proyek tersebut. Khusus Kementan, bertanggung jawab pada penyediaan sarana produksi pertanian.

Baca Juga

Seperti misalnya penyediaan pupuk, benih, alat dan mesin pertanian, hingga pengaturan sistem tanam dengan paket teknologi yang sudah disiapkan. Ia memastikan, teknologi pertanian yang diterapkan di food estate Kalteng merupakan teknologi yang paling mutakhir.

Proses penanaman hingga pasca panen bakal mengoptimalkan mekanisasi agar kegiatan pertanaman padi dapat lebih efisien. "Paket teknologi yang kita siapkan Insya Allah bisa menghasilkan 5 ton per hektare. Lahan yang dipakai juga sudah jadi sawah dan rutin berproduksi dua kali setahun," kata Husnain dalam sebuah Focus Group Discussion yang digelar secara virtual, Kamis (6/8).

Husnain mengatakan, jika dilihat satu per satu, sebetulnya sudah ada sawah yang mampu menghasilkan 4 ton bahkan 8 ton per hektare meski belum merata. Selain itu, konsep kawasan berbasis korporasi juga belum diterapkan. Oleh karena itu, pihaknya optimistis target peningkatan produksi beras di kawasan food estate bisa dicapai dengan dukungan teknologi yang memadai.

Adapun untuk pasca panen, perusahaan yang menjadi off taker atau penyerap akan dikoordinasikan oleh BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). RNI bakal menjadi BUMN yang memimpin untuk pengolahan beras hingga pada tahap pemasaran. Ia berharap dengan adanya kepastian pasar, kesejahteraan petani dapat ikut meningkat yang diikuti dengan meningkatkan persediaan beras secara nasional.

Ia melanjutkan, tantangan akan lebih berat pada tahap pengembangan kedua yang akan dimulai tahun depan. Di mana, sesuai perencanaan pada 2021-2023 pemerintah bakal fokus untuk perluasan food estate seluas 118.268 hektare. Dengan begitu, total food area food estate dalam empat tahun ke depan mencapai sekitar 148 ribu hektare.

Namun, kata dia, Kementan tidak akan melakukan pengerjaan pada tahap kedua sebelum Kementerian PUPR memastikan lahan layak digunakan untuk dijadikan sawah. Sebab, Kementerian PUPR bertanggung jawab dalam penyediaan saluran irigasi sebagai pendukung utama operasional sawah. Di satu sisi, analisis dampak lingkungan juga wajib dilakukan untuk memastikan pembangunan sawah bisa dilakukan tanpa menganggu kelestarian lingkungan.

"Pengembangan di tahun kedua yang tantangannya akan besar. Kita akan banyak lakukan kajian pembukaan lahan terlebih dahulu," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement