Kamis 06 Aug 2020 15:38 WIB

Peringatan Tragedi Bom Hiroshima Ditandai Upacara Kecil

Tragedi bom Hiroshima diperingati dalam skala kecil karena pandemi Covid-19

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Warga memperingati 75 tahun tragedi bom Hiroshima, Kamis (6/8).
Foto: Dai Kurokawa/EPA
Warga memperingati 75 tahun tragedi bom Hiroshima, Kamis (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Lonceng berdentang di Hiroshima untuk peringatan 75 tahun pengeboman atom pertama di dunia, Kamis (6/8). Upacara peringatan tersebut dilakukan dalam skala kecil karena penyebaran Covid-19.

Dalam peringatan tahunan sebelumnya, ribuan orang biasanya memadati Taman Perdamaian di pusat Hiroshima untuk berdoa, bernyanyi, dan meletakkan burung bangau kertas sebagai simbol perdamaian. Namun pada tahun ini pintu masuk monumen tersebut sangat dibatasi dan hanya para penyintas serta keluarga yang dapat menghadiri upacara peringatan itu.

Baca Juga

Perdana Menteri Shinzo Abe pun hadir dalam peringatan tersebut. Kehadiran pengunjung dikurangi di bawah 10 persen pengunjung dari biasanya. Kursi berjarak berjauhan dan sebagian besar peserta mengenakan masker.

Pemerintah kota mengatakan penting untuk melakukan peringatan pada peristiwa 75 tahun lalu yang menewaskan 140 ribu orang sebelum akhir tahun 1945. Meski dalam skala kecil, pemerintah telah memutuskan untuk mengadakan upacara dengan pengaturan yang ketat.

"Pada 6 Agustus 1945, satu bom atom menghancurkan kota kami. Rumor pada waktu itu mengatakan bahwa 'tidak ada yang akan tumbuh di sini selama 75 tahun,' Namun Hiroshima pulih menjadi simbol perdamaian," kata wali kota Kazumi Matsui.

Sejak pukul 08.15 tanggal 6 Agustus 1945, pesawat tempur B-29 AS Enola Gay menjatuhkan bom yang dijuluki "Little Boy" dan melenyapkan kota tersebut. Peristiwa ini menewaskan 140 ribu dari perkiraan populasi 350ribu. Ribuan lainnya meninggal karena cedera dan radiasi.

Pada momen peringatan, tepat pada jam saat bom meledak kerumunan itu berdiri untuk hening sejenak di tengah teriknya musim panas sementara jangkrik melengking dan Bel Perdamaian berbunyi. "Ketika pandemi flu 1918 menyerang seabad lalu, itu merenggut puluhan juta nyawa dan meneror dunia karena negara-negara yang berperang dalam Perang Dunia I tidak dapat menghadapi ancaman tersebut bersama-sama," tambah Matsui.

"Kebangkitan nasionalisme selanjutnya menyebabkan Perang Dunia II dan pengeboman atom. Kita tidak boleh membiarkan masa lalu yang menyakitkan ini terulang kembali. Masyarakat sipil harus menolak nasionalisme yang berpusat pada diri sendiri dan bersatu melawan semua ancaman," ujar wali kota tersebut.

Pengeboman Hiroshima diikuti oleh pemboman Nagasaki pada 9 Agustus dan menewaskan lebih dari 75 ribu orang. Jepang menyerah enam hari kemudian, mengakhiri Perang Dunia Kedua.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement