REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Toto Pranoto menilai rencana pembentukan holding BUMN aviasi dan pariwisata relatif lebih mudah terealisasi saat ini ketimbang melakukan merger BUMN yang bergerak di dua sektor tersebut.
"(Merger) menurut saya secara teknis akan sulit karena kondisi GIAA (Garuda Indonesia) yang sedang mengalami kesulitan finansial," ujar Toto kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (6/8).
Sementara, kata Toto, ide pembentukan holding aviasi dan pariwisata dapat diterapkan dan lebih mudah diimplementasikan. Kendati begitu, Toto menilai perlu adanya pemimpin atau induk usaha yang kuat dalam memimpin BUMN-BUMN yang ada dalam sati holding demi terciptanya value creation.
Toto mengatakan rencana mengintegrasikan sektor aviasi dengan pariwisata sejalan dengan konsep subholding Menteri BUMN Erick Thohir yang menyatukan industri hulu-hilir di bidang tourism and hospitality. "Apalagi pariwisata andalan devisa nasional sehingga percepatan pemulihan sektor ini sangat diharapkan segera," lanjut Toto.
Toto berpandangan dengan konsep subholding maka penawaran pariwisata pascacovid bisa diintegrasikan antara kombinasi tempat wisata yang atraktif, akomodasi hotel yang menarik, serta tarif transportasi udara yang kompetitif dan bisa dijual dalam satu paket bundle yang menarik.
Toto menerangkan, nilai jual kawasan pariwisata tergantung pada faktor atraksi, amenitas, dan aksesibilitas. Ketiganya merupakan bagian dari core bussiness BUMN-BUMN yang bergerak di sektor aviasi dan pariwisata.
"Dengan model bundling seperti ini maka nilai jual objek pariwisata menjadi kompetitif dibandingkan kompetitor di kawasan regional," ungkap Toto.