Kamis 06 Aug 2020 18:54 WIB

Yang Perlu Diketahui Terkait Uji Coba Vaksin Corona

Lebih dari 32 ribu orang dari 140 negara siap menjadi sukarelawan uji coba vaksin.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Qommarria Rostanti
Vaksin virus corona
Foto: Republika
Vaksin virus corona

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jika Anda seorang altruis yang mencari jalan keluar untuk melawan virus corona, mungkin Anda tertarik mencoba vaksin eksperimental. Atau mungkin Anda ingin sekadar mencoba pengalaman baru?

Apa pun alasannya, para ilmuan, ahli bioetika, dan sukarelawan berpartisipasi dalam uji coba vaksin. Tanpa ratusan ribu sukarelawan, maka uji coba vaksin potensial akan semakin lama memiliki hasil.

Namun, apa komitmen dan risiko yang ditimbulkan dari percobaan itu? Dilansir di Nytimes.com, berikut hal yang perlu diketahui terkait uji coba vaksin.

Sejumlah situs menyimpan daftar uji coba vaksin virus corona. Situs The Covid-19 Prevention Network buatan National Institute of Allergy and Infectious Diseases di National Institutes of Health membantu menghubungkan relawan ke studi fase 3.

Saat ini, perusahaan bioteknologi Moderna mencari sekitar 30 ribu relawan. Laman ClinicalTrials.gov juga mencantumkan studi vaksin Covid-19 pada fase berbeda.

Covid Dash, portal yang dikelola sekelompok dokter, profesional uji klinis, dan mahasiswa yang mengajak orang menjadi sukarelawan itu menampilkan studi di seluruh dunia. Ada tiga fase utama percobaan vaksin.

Uji coba fase 1 difokuskan pada keamanan. Peneliti ingin melacak apakah vaksin berdampak secara negatif seperti membuat demam atau pusing? Biasanya tim akan memantau subjek dengan cermat setelah pemberian beberapa dosis. Setelah itu, mereka memeriksa secara berkala selama sekitar satu tahun.

Pengembang juga tidak mengetahui apakah vaksin itu dapat mencegah Covid-19 atau tidak. Bahkan, kecil kemungkinan subjek mendapat jumlah tepat. Uji coba Fase 1 menarik bagi beberapa sukarelawan karena dokter terkadang dapat meyakinkan semua subjek bahwa mereka mendapat vaksin eksperimental, bukan plasebo yang tidak aktif.

Fase 2 lebih besar dan biasanya melibatkan beberapa ratus orang. Pada titik ini, para peneliti masih mengamati efek sampingnya. Namun, mereka juga memeriksa apakah vaksin menghasilkan respons kekebalan atau tidak. Hal itu diungkapkan ahli virologi di Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson dan pemimpin Pencegahan Covid-19, dr Larry Corey. Hanya karena vaksin menghasilkan respons imun, bukan berarti vaksin itu cukup melindungi dari infeksi.

Tahap uji coba fase 3 ini memungkinkan peneliti mempelajari apakah vaksin mereka berhasil atau tidak? Mereka menguji coba puluhan ribu atau ratusan ribu sukarelawan.

Mereka akan mengevaluasi apakah vaksin tersebut mengurangi frekuensi tertular infeksi dan mengurangi keparahan penyakit dalam kelompok uji itu. Sekali lagi, tidak ada jaminan subjek benar-benar terlindungi dari virus corona pada fase uji coba vaksin apa pun, tidak peduli seberapa hebat produk tersebut.

Berapa harga vaksin? Bisa beberapa ratus atau ribu dolar AS. Harga itu berhubungan dengan kompensasi atas waktu dan kasus.

Jika subjek terkena dampak buruk dari vaksin eksperimental, dalam beberapa kasus, lembaga yang menjalankan uji coba atau dana bantuan pandemi pemerintah AS menanggung biaya tersebut.

Di seluruh dunia, perdebatan sedang berlangsung tentang hal itu. Jenis penelitian vaksin ini disebut sebagai uji coba tantangan yang mencakup pemberian vaksin kepada sukarelawan. Peneliti dengan sengaja memaparkan virus kepada mereka  untuk melihat apakah subjek terinfeksi atau tidak.

Pendekatan itu dinilai kontroversial karena Covid-19 tidak memiliki obat dan dapat berakibat fatal. Namun, cara itu menjanjikan mempercepat penelitian.

Pada pertengahan Juli, para ilmuwan di Universitas Oxford mengumumkan segera mencari sukarelawan untuk uji coba semacam itu. Di Amerika Serikat, beberapa pengembang vaksin terbuka untuk jalur yang sama.

Direktur Pusat Bioetika Tingkat Populasi di Rutgers School and Public Health, Nir Eyal, percaya cara paling etis untuk melakukan uji coba adalah berfokus pada sukarelawan muda dan sehat, serta memenuhi kriteria yang menunjukkan bahwa mereka tidak mungkin mengalami gejala parah. Namun tidak ada jaminan pasti. Itu sebabnya beberapa pakar dengan tegas menentang uji tantangan.

Jika sukarelawan tetap bertekad dan berkeinginan memajukan sains, situs 1 Day Sooner mengundang orang-orang untuk mendaftar uji coba tantangan pada masa mendatang. Pada pekan lalu, situs itu menunjukkan lebih dari 32 ribu orang dari 140 negara siap menjadi sukarelawan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement