REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB kembali membahas Kashmir untuk ketiga kalinya sejak India mencabut status semi-otonomi wilayah itu tahun lalu. Pakistan yang meminta agar isu ini dibahas.
Usai rapat virtual yang tertutup, DK PBB tidak mengambil tindakan atau mengeluarkan pernyataan apa pun. Tapi Pakistan mengatakan rapat ini menandakan isu Jammu dan Kashmir perselisihan internasional.
"Jammu dan Kashmir adalah perselisihan internasional yang jelas berada dalam agenda Dewan Keamanan dan membatalkan, klaim sepihak India sebelumnya yang menyatakan hal itu 'urusan internal'," kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi, Kamis (6/8).
Pada 5 Agustus 2019 lalu pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mencabut status khusus semi-otonomi Jammu dan Kashmir. Modi yang berasal dari sayap nasionalis Hindu menghilangkan konstitusi dan perlindungan terhadap tanah dan pekerjaan warisan warga Kashmir.
Tindakan keras pemerintah dan pasukan keamanan India di Kashmir memicu gejolak amarah dan ekonomi di kawasan. "(Masyarakat internasional) harus menggunakan otoritas moral, hukum dan politik untuk meminta India mengembalikan impunitas dan menghentikan genosida terhadap rakyat Kashmir," kata pidato Qureshi yang diedarkan Misi Pakistan di PBB.
Ia meminta India tak kembali ke jalur unilateral, berhenti melanggar hak asasi manusia dan perjanjian gencatan senjata, mengembalikan saluran komunikasi, mengizinkan lagi warga bergerak dan menggelar pertemuan massal. Pakistan juga meminta India membebaskan para pemimpin Kashmir.
Pemerintah Pakistan mengungkapkan terima kasihnya pada 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Terutama pada China yang tetap mendukung mereka menggelar pertemuan tersebut saat India 'berusaha keras mencegah rapat digelar'. Ketika rapat berhasil digelar.
Qureshi mengatakan India mencoba 'mengecilkan signifikansi dan pentingnya pertemuan tersebut'. Di media sosial Twitter Duta Besar India untuk PBB T.S. Tirumurti mengatakan 'upaya gagal Pakistan lainnya'.
"Rapat Dewan Keamanan PBB hari dilakukan tertutup, informal, tak dicatat, dan tanpa hasil, hampir semua negara menekankan isu J&K (Jammu dan Kashmir) adalah isu bilateral dan tidak pantas waktu dan perhatian Dewan," tulisnya.