REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Wali Kota Beirut, Marwan Abboud, menyamakan ledakan di ibu kota Lebanon dengan pemboman nuklir di Hiroshima, Jepang, yang terjadi hampir tepat 75 tahun yang lalu. Namun, Sekretaris Ilmiah Komite Eropa tentang Risiko Radiasi, Christopher Busby, menyatakan klaim itu tidak bisa dibenarkan.
Ledakan di Beirut akibat amonium nitrat membuat bentuk "awan jamur" yang menghebohkan di atas pelabuhan sebelum gelombang ledakan mengoyak distrik-distrik terdekat. Kondisi itu memicu perbandingan dengan dua peristiwa ledakan yang sama dengan gambaran saat Hiroshima dan Nagasaki dihantam bom nuklir dari pesawat Amerika Serikat.
Dikutip dari sputniknews, Busby menyatakan, amonium nitrat yang telah disimpan di pelabuhan selama enam tahun itu memiliki energi reaksi kimia yang mirip dengan TNT. Artinya ledakan 2.700 ton senyawa kimia tersebut kira-kira sama dengan kekuatan 2,7 kiloton TNT.
Busby menempatkan ledakan 4 Agustus di Beirut berada di posisi ketiga antara ledakan terkuat yang telah mengguncang sebuah kota dalam sejarah. Posisi pertama dan kedua masih ditempati oleh Hiroshima dan Nagasaki.
"Bom Hiroshima diperkirakan setara dengan 10 dan 12 kiloton TNT. Jadi, Anda dapat melihat bahwa ledakan ini berukuran sekitar 1/4 ukuran bom Hiroshima. ...Sekarang (menurut peneliti) bahwa bom di Jepang seberat 20 kiloton. Meski itu ada revisi. Pokoknya, itu tetap menjadikan Beirut nomor 3 dalam ukuran ledakan," ujar Busby.
Pakar nuklir itu menjelaskan, awan jamur juga dapat dijelaskan dengan adanya gelombang kejut yang sangat besar. Kondisi itu menciptakan cincin kompresi dalam uap air seperti perangkat nuklir yang kuat jika diledakkan cukup dekat ke pantai.
Busby menunjukkan, ledakan amonium nitrat serupa telah terjadi di masa lalu, meskipun tidak sekuat ledakan di Beirut. "Ada satu di Texas yang menghancurkan pelabuhan dan satu di Jerman pada 1920-an di gudang penyimpanan. Tapi yang ini pasti bisa menjadi yang terbesar setelah Hiroshima dan Nagasaki," ujarnya.