Kamis 06 Aug 2020 21:38 WIB

Mahasiswa Indonesia Ajak Masyarakat Bantu Lebanon

Sebuah ledakan dahsyat telah mengguncang Beirut, Lebanon.

Red: Agung Sasongko
 Sebuah helikopter militer menumpahkan air di lokasi ledakan besar Selasa yang menghantam pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu, 5 Agustus 2020.
Foto: AP/Hussein Malla
Sebuah helikopter militer menumpahkan air di lokasi ledakan besar Selasa yang menghantam pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu, 5 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Libanon tengah berduka. Sebuah ledakan dahsyat telah mengguncang Beirut, ibu kota dari negara tersebut pada Selasa (4/8). Hingga saat ini, sudah 135 orang dinyatakan meninggal dunia dan 5000 orang luka-luka.

Ledakan ini diduga dipicu oleh  kebakaran yang berawal dari petasan yang tersulut di gudang pelabuhan Beirut, yang menyimpan 2.750 ton senyawa amonium nitrat. Senyawa kimia itu memiliki daya ledak tinggi dan kerap dipakai untuk bahan baku pembuatan pupuk dan peledak. Jumlah kerugian akibat ledakan dahsyat itu ditaksir mencapai Rp217.5 triliun. Akibat dari ledakan ini, sebanyak 300 ribu penduduk Beirut kehilangan tempat tinggal akibat rusak terkena dampak ledakan.

Menurut mahasiswa Indonesia di Libanon, Fitra Alif, ledakan ini terjadi di gudang penyimpanan yang terdapat di pelabuhan Beirut. "Di dalam gudang tersebut terdapat zat amonium nitrat, zat tersebut digunakan sebagai bahan pupuk atau bahan peledak. Sensitif sekali untuk meledak apalagi jika terkena percikan api. Namun sampai saat ini pemerintah Libanon belum mengeluarkan rilis resmi dari ledakan ini," ujar Alif dalam live Instagram antara dirinya dengan platform crowdfunding SedekahOnline.com, Kamis (6/8) sore.

Ia melanjutkan, saat terjadi ledakan, ada 65 mahasiswa Indonesia di bawah naungan PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Libanon yang sedang berada di negara ini. "Alhamdulillah semuanya selamat. Saya sendiri kebetulan berada di Tripoli, sejauh 80 kilometer dari Beirut. Ada teman yang merasakan getaran dan dentuman seperti gempa, dengan angin kencang, karena kebetulan dia berada di radius lima kilometer dari lokasi kejadian," papar mahasiswa jurusan Syariah Islamiyah di Universitas Tripoli dan sudah empat tahun berada di Libanon ini.