REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India telah menganeksasi dan mencaplok wilayah Jammu dan Kashmir tahun lalu. Menurut seorang mantan perwira Angkatan Udara India (IAF), yang juga mewakili komunitas Kashmiri Pandit (Hindu), Kapil Kak mengatakan langkah tersebut telah meningkatkan keterasingan, keputusasaan, dan ketakutan di wilayah itu.
“Warga Kashmir sekarang merasa terasingkan dari daerah lain di negara itu, karena harapan mereka telah hancur dan ketidakpercayaan ini telah menyebabkan teror,” ujar Marsekal Kak seperti dilansir dari Anadolu Agency, Kamis(6/8).
Marsekal Kak merupakan salah satu dari banyak pemohon petisi yang telah menggugat Mahkamah Agung India untuk menantang pencabutan status konstitusional dan pencaplokan wilayah Jammu dan Kashmir. “Teror masih tersebar di wilayah itu dan mendorong kelompok militan melakukan perlawanan. Serangan dari pihak Pakistan juga meningkat. Semua aktivitas manusia dari pendidikan hingga pertanian menjadi sangat terganggu. Alih-alih membaik, situasinya malah semakin memburuk," ujarnya.
Menurut Pasal 370 dari konstitusi India, mengizinkan Jammu dan Kashmir memiliki status otonomi khusus. Sehingga memungkinkan wilayahnya untuk memiliki konstitusinya sendiri dan memberdayakan majelis negara bagian untuk membuat undang-undang.
Hal ini juga memberikan perisai hukum yang sah untuk melindungi karakteristik wilayah yang dihuni oleh mayoritas Muslim. Orang di luar Jammu dan Kashmir tidak diizinkan untuk menetap dan membeli properti.
Menurut Kak, aturan jaga jarak karena Pandemi Covid-19 ditambah dengan jarak psikologis yang diciptakan akibat aneksasi, semakin membuat warga Kashmir merasa terasingkan dari India. Sebagai seorang pilot IAF yang berpartisipasi dalam perang melawn Pakistan pada 1965 dan 1971, Kak menyampaikan bahwa keputusan 5 Agustus tahun lalu seharusnya tidak diambil tanpa persetujuan dari tujuh juta orang yang tinggal di wilayah Jammu dan Kashmir.
"Masalah akan terpecahkan dan mencapai penyelesaian apabila pemerintah India melibatkan penduduk Kashmir dalam pembicaraan bilateral," ujarnya.
Ia kemudian mencontohkan soal perjanjian dan deklarasi yang ditandatangani antara India dan Pakistan dalam berbagai kesempatan seperti pada 1972, 1999, dan 2004, dengan menyebutkan permasalahan mengenai Kashmir perlu diselesaikan oleh kedua negara.
“Aneksasi bukanlah keputusan yang bijaksana oleh pemerintah India untuk menyelesaikan masalah ini sendiri. Alih-alih menyelesaikannya, mereka justru membuatnya lebih kompleks," ungkapnya.
Keputusan India menganeksasi Kashmir membuat pecahnya hubungan antara Pandit Kashmir (Hindu) dan muslim di wilayah tersebut. Pada 1989-90, ketika militansi dimulai di Kashmir, banyak Pandit Kashmir meninggalkan rumah mereka untuk menetap sejauh 300 kilometer (186 mil) di dataran wilayah mayoritas Hindu di Jammu.
“Eksodus Kashmir Pandit adalah yang paling menyakitkan. Tidak pernah ada bentrokan antara kedua komunitas tersebut sejak abad ke-7 ketika Islam masuk ke wilayah tersebut. Meskipun eksodus tahun 1990, ada ikatan. Tapi aneksasi pemerintah sejak tahun lalu telah menciptakan suasana ketakutan di antara penduduk Kashmir dan ikatan kebersamaan antara Kashmiri Pandit dan Muslim (saat ini) hampir musnah," ucapnya.