Kamis 06 Aug 2020 21:42 WIB

Haid tak Menjauhkan Muslimah dari Allah

Jangan karena haid, muslimah jauh dari Allah.

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Muhammad Hafil
Haid tak Menjauhkan Muslimah Jauh dari Allah. Foto: Wanita haid (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron/ca
Haid tak Menjauhkan Muslimah Jauh dari Allah. Foto: Wanita haid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai makhluk yang diberikan karunia dapat melahir kan, wanita mempunyai ciri biologis yang tidak dimiliki laki-laki, yakni rahim dan menstruasi. Siklus haid yang dialami wanita adalah proses alamiah. Namun, pada realitas sejarah bahkan mungkin hingga sekarang, karunia biologis bagi perempuan ini sering dipandang secara keliru. “Wanita haid sering dilekatkan dengan mitos-mitos yang menyudutkannya,” kata Prof Dr Nasaruddin Umar MA dalam buku Fikih Wanita untuk Semua.

Sebelum zaman Nabi misalnya, perempuan haid dianggap sebagai sumber kutukan dari Tuhan akibat dosa yang telah dilakukan Hawa. Karena itu, ketika seorang perempuan sedang haid masyarakat mengasingkannya dan tidak diperbolehkan melakukan kontak sosial dengan orang lain.

Baca Juga

Melihat hal ini, Rasulullah SAW melakukan terobosan dengan menegaskan di berbagai kesempatan mengenai kebolehan melakukan kontak sosial dengan perempuan haid. “Segala sesuatu dibolehkan untuknya, kecuali bersetubuh,” tegas Rasulullah. Rasulullah juga mengamalkan kebolehan itu dalam bentuk praktik. Aisyah, istri Rasulullah, dalam sebuah riwayat mengatakan, dia pernah minum dari satu bejana yang sama dengan Rasulullah dalam keadaan haid. Pernah juga Aisyah menceritakan, Rasulullah melakukan segala sesuatu selain bersetubuh sementara dirinya dalam keadaan haid.

Mengenai pembersihan diri (taharah) dari haid, dalam Islam tidak pula dikenal adanya upacara ritual khusus seperti dalam agama Yahudi dan kepercayaankepercayaan sebelumnya. Jumhur ulama, lanjut Nasaruddin, berpendapat bahwa sesudah hari ketujuh wanita sudah dianggap bersih dari haid setelah mandi.