REPUBLIKA.CO.ID, LEBANON –Alquran pada dasarnya adalah serangkaian pernyataan, perumpamaan, cerita, perintah dan larangan yang berdiri sendiri. Namun, umat Islam percaya yang mendasari pengelompokan beragam ini adalah kesatuan tujuan, pesan, idiom dan karakter.
Cendikiawan Muslim, Mahmoud M Ayoub, dalam artikelnya yang berjudul The Quran in Muslim Life and Practice dilansir di The Institute of Ismaili Studies, menyebut oleh umat Islam dan non-Muslim, Alquran dalam bahasa Arab digambarkan dengan tepat, sebagai simfoni kata-kata.
Tidak hanya ajaran dan ide Alquran, tetapi kata-kata dan ungkapannya telah meresap dalam kehidupan dan ucapan umat Islam. Hal ini terlepas dari perbedaan bahasa, ras dan budaya.
Dengan kata-kata dalam Alquran, seorang Muslim mengungkapkan kepuasan dan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya. Muslim bisa berseru, "Tabarakallah" (Mahasuci Allah) atau "Alhamdulillah" (Segala Puji bagi Allah).
Dengan kata-kata Alquran, seorang Muslim juga mengungkapkan kesedihan dan penerimaan atas kehendak Tuhan, ketika kehilangan orang yang dicintai atau dalam menghadapi kematian. Muslim biasanya mengatakan, "Kepunyaan kita milik Allah, dan kepada-Nya kita akan kembali".
Kata-kata Alquran, terutama dalam pernyataan di bab pembukaan atau surah, pernikahan diberkati, perjanjian disegel, dan ketakutan akan bahaya diyakini dapat dihindari.
Alquran telah dianggap oleh umat Islam sebagai keajaiban ucapan. Karakter, idiom, dan persepsi yang tak ada bandingannya, dipandang sebagai bukti asal-usul ketuhanan bagi umat Islam.
Penafsirannya (tafsir) Alquran, disebut telah memenuhi beberapa pemikiran terbaik dari komunitas Muslim. Studi tentang tata bahasa dan cara penulisan, kefasihan, perumpamaan dan metafora, pengibaratan dan cerita, telah berkembang menjadi ilmu yang dimuliakan.
Demikian juga untuk pembacaannya, baik dalam nyanyian sederhana (tartil) atau membawakan musik artistik yang sangat maju (tajwid), telah menarik suara dan talenta terbaik masyarakat Muslim sepanjang sejarah Muslim. Dalam pembacaan Alquran, kekuatan dan keindahannya dirasakan oleh Muslim yang saleh. Oleh karena itu, para pelafal Alquran menempati posisi kehormatan khusus dalam komunitas Muslim.
Alquran dinilai telah menetapkan standar kesempurnaan untuk sastra Arab. Selain itu, ia telah merasuki literatur semua bahasa Muslim lainnya. Setiap Muslim menyapa satu sama lain dengan kata-kata dari Alquran dan dengan kata-kata serta ide-idenya, mereka mengekspresikan perasaan dan ide mereka sendiri.
Alquran diyakini diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan melalui dia kepada umat manusia, dalam bahasa Arab yang jelas (QS 16: 103). Meskipun Alquran telah diterjemahkan ke dalam sebagian besar bahasa utama di dunia, ia tetap dibaca dalam bahasa aslinya.
Kitab suci ini kemudian mengalami penerjemahan dan artinya ditafsirkan ke dalam bahasa lain, dengan tujuan mempelajari dan memahami ajarannya. Namun, untuk mengetahui Alquran dalam semua dimensinya, harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
Keinginan memahami Alquran, memotivasi banyak cendekiawan Muslim yang tidak berbahasa Arab untuk unggul dalam mempelajari bahasa Alquran. Selama berabad-abad, bahasa Arab adalah bahasa internasional bagi sastra, filsafat, dan sains Muslim. Alquran telah menjadi simbol, sumber, dan kerangka persatuan Muslim.
Islam telah menyebar ke wilayah yang sangat beragam baik secara geografis dan budaya di dunia. Dengan begitu, Ia telah diadaptasi untuk memenuhi kebutuhan berbagai bangsa dan budaya. Namun, dalam prosesnya, Islam diasumsikan banyak karakter dan ekspresi yang sangat berbeda.
Alquran mendasari keragaman yang besar ini dan memberi kesatuan mendasar dalam praktik ibadah, ekspresi sastra dan budaya populer. Persatuan dan keragaman paradoks Islam serta landasannya dalam Alquran adalah kekuatan yang dirasakan umat Muslim.
Pria yang menjabat sebagai Profesor dan ketua Kajian Islam di Departemen Agama, Universitas Temple, Philadelphia pada 1988 hingga 2008 ini menyebut, prinsip kesatuan keluarga adalah prinsip Alquran yang penting.
Dalam Alquran surat an-Nisa ayat 1 dituliskan:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Prinsip keberagaman juga merupakan prinsip Alquran. Perbedaan ras, warna kulit, dan kepercayaan telah ditetapkan secara ilahi. Alquran juga menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya bagi umat Islam dalam setiap disiplin ilmu dan usaha. Muslim yang taat, mengklaim ayat suci ini berbicara untuk setiap situasi dan keadaan dalam kehidupan masyarakat dan individu Muslim.
Muslim bersikeras Alquran dapat diterapkan pada semua situasi. Namun, agar terasa universal dalam ruang lingkup dan maknanya, Alquran harus dibaca dengan berkomitmen sepenuh hati oleh setiap Muslim, seolah-olah Alquran diturunkan pada saat itu dan untuk dia sendiri.
Sumber:https://www.iis.ac.uk/quran-muslim-life-and-practice